Mohon tunggu...
Maman Imanulhaq
Maman Imanulhaq Mohon Tunggu... Anggota DPR RI -

Ketua Lembaga Dakwah PBNU, Anggota DPR RI Periode 2014-2019, pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka, penulis buku "Fatwa dan Canda Gus Dur" dan Antologi Puisi "Kupilih Sepi".Email:kang_maman32@yahoo.com, Twitter; @kang_maman72. Ketik: Kyai Maman>kangmaman100’s chanel www.youtube.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyalakan Obor Toleransi

30 November 2014   15:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:28 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bicara tentang toleransi, bukan perkara prioritas tapi menyangkut keselamatan dan masa depan bangsa dan negara Indonesia.

Betapa tidak, angka kekerasan dan intoleransi, sebagaimana merujuk pada laporan  Laporan Tengah Tahun (Januari – Juni 2014) yang dilakukan oleh Setara Institute, dari 60 pelanggaran yang terjadi di seluruh Indonesia, 19 di antaranya terjadi di Propinsi Jawa Barat. Jumlah itu terbilang tinggi bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Di peringkat kedua ada Propinsi Jawa Tengah dengan 10 kasus dan Jawa Timur (8 kasus).  Dari 81 bentuk tindakan pelanggaran kebebasan beragama berkeyakinan, terdapat 34 tindakan Negara yang melibatkan para penyelenggara Negara sebagai aktor, Dari ke-34 tindakan Negara tersebut, 30 tindakan merupakan tindakan aktif (by commission), sementara 4 tindakan merupakan tindakan pembiaran (by omission). Pernyataan-pernyataan pejabat publik yang provokatif dan mengundang terjadiya kekerasan (condoning), merupakan bagian dari tindakan aktif Negara.  Bentuk-bentuk tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan tersebut adalah  antara lain diskiriminasi, intimidasi, pelarangan ibadah, pelarangan mendirikan tempat ibadah,  pemaksaan menjalankan ibadah, pembatalan ijin tempat ibadah, pembiaran, pembubaran ibadah, intoleransi dan intimidasi.

Sesuatu yang ironis dan bikin miris. Bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang cinta damai, toleran dan menghargai pluralitas. Bahkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” telah menjadi prinsip kebangsaan yang kuat sejak masa kegemilangan silam dengan tradisi dan kemajemukan masyarakat Nusantara hingga terbentuknya negara bangsa bernama Indonesia saat ini. Sebuah konsesus bersama disepakati dalam bentuk konstitusi. Bernegara itu berkonstitusi. Yang di dalamnya melingkupi penyelenggaraan negara yang memberi rasa aman dan kesejahteraan kepada segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Konstitusi juga mengamanatkan komitmen penegakan HAM yang tidak terbatas soal pemulihan hak politik, melainkan juga pemenuhan hak ekonomi, dan budaya.

Beragama Yang Toleran

Salah satu dimensi kehidupan paling vital di Indonesia adalah dimensi agama. Hal ini kiranya bisa dimaklumi karena rakyat Indonesia begitu patuh akan ajaran agama; Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan berbagai aliran kepercayaan lainnya. Keberagamaan dan keyakinan seperti demikian tidaklah bermasalah, selama agama dan kepercayaan yang dianut atas dasar ketukan nurani, bukan karena paksaan dan apalagi intimidasi. Sikap toleransi yang benar dan sehat mendorong semua orang untuk saling menghargai, saling mencintai dan bekerjasama. Jika semua orang menjalankan agamanya masing-masing dengan sebenar-benarnya, maka sudah pasti akan melahirkan kedamaian, ketentraman hidup dan kerjasama sosial yang sehat. Sikap beragama yang berlapang dada, terbuka dan damai akan melahirkan toleransi. Sebaliknya, sikap ketertutupan(eksklusivisme) dalam beragama tidak akan pernah melahirkan toleransi dan justru melegitimasi radikalisme dan segala bentuk kekerasan beragama.

Agama harus menjadi spirit bagi tumbuh suburnya nilai kesucian, kasih sayang dan pelayanan terhadap kemanusiaan bukan justru memantulkan kebencian, keputus-asaan, permusuhan, terorisme dan intoleransi. Nilai ketuhanan yang diyakini dan dihayati bangsa Indonesia harus bersifat membebaskan, memuliakan keadilan dan menjadi dasar, mengutip Bung Hatta, ke arah jalan persaudaraan. Sikap ini yang akan memperkuat pembentukan karakter bangsa  serta mewujudkan kehidupan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Kasus unjuk rasa dan kekerasan hanya karena ogah menyetujui Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) menjadi Gubernur DKI Jakarta tidak perlu terjadi bila hanya karena Ahok seorang pemimpin non-Muslim. Ormas sekaliber Nahdlatul Ulama (NU) pun tak pernah memberikan fatwa keharaman seorang non-Muslim menjadi pemimpin. Tentu sangat mudah mengidentifikasi seseorang atau kelompok berislam atau tidak.  Islam merupakan agama toleran sejak dari penamaan. Islam berarti kepasrahan, kedamaian, dan keselamatan. Maka sikap seorang muslim atau kelompok Islam senantiasa mengedepankan pendekatan dan sikap yang damai, toleran, dan memberi rasa aman.

Padahal, semua agama dan aliran kepercayaan ada adalah tidak lain untuk mengemban misi kedamaian dan harmoni. Termasuk Islam, ia ‘turun’ semata-mata untuk menjadi inspirasi dan gerbong dalam menyongsong kehidupan yang toleran bagi semesta alam (lihat QS. Al-Anbiya’ [21]: 107). Islam yang ditampilkan dengan wajah yang ramah, santun, dan menyejukkan. Islam yang mengakomordir semua manusia apapun agama dan identitas sosial lainnya. "Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sementara mereka dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merdeka/bebas", (Mata ista'badtum al-Nasa, wa qad waladathum ummahatuhum ahrara), begitu kutipan kalimat bernada tegas yang pernah dilontarkan Umar bin al-Khathab. Lontaran tegas ini dijadikan rujukan oleh Syekh Muhammad Thahir Ibnu 'Asyur sebagai argumen bahwa kemerdekaan atau kebebasan merupakan salah satu ajaran utama Islam berkenaan dengan toleransi. Kebebasan juga menjadi bagian penting dari tujuan universal syariat Islam (maqashid al-Syari'ah) selain egaliter/persamaan derajat (al-Musawa), merawat agama (hifdz al-Din), merawat akal (hifdz al-'Aql), merawat keturunan (hifdz al-Nasl), merawat kehidupan (hifdz al-Nafs) dan merawat harta (hifdz al-Mal).

Kita berharap juga kepada pemerintahan Jokowi-JK melalui Lukman Hakim Saifuddin yang dipilih sebagai Menteri Agama RI untuk berkomitmen untuk senantiasa memperkokoh jalinan toleransi bangsa dengan menghadirkan nilai agama yang mengakomodir tradisi dan budaya Indonesia, tidak menutup akses kepada semua penganut agama dan kepercayaan lain untuk  melakukan "dakwahnya" masing-masing.

Hari Toleransi Dunia

Sejak tahun 1995 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 16 November adalah peringatan hari toleransi dunia. Peringatan Hari Tolernasi dunia merupakan sarana bagi seluruh bangsa untuk mengakui adanya perbedaan yang ada di setiap sudut bumi. Hari toleransi dunia merupakan sarana bagi setiap manusia untuk melakukan perenungan bahwa kehidupan dunia ini dibangun oleh peradaban yang beragam, termasuk pengakuan keberagaman itu diakui oleh bangsa Indonesia sebagai Bhinneka Tunggal Ika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun