Mohon tunggu...
Achmad Marzoeki
Achmad Marzoeki Mohon Tunggu... -

Mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII). Penulis novel "Pil Anti Bohong".

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Jokowi, Prabowo dan Yusril (Bagian Pertama)

9 Maret 2014   07:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:07 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengapa membandingkan Ir. Joko Widodo (Jokowi), Letjen (Purn) Prabowo Subianto (Prabowo) dan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Yusril)? (Urutan penyebutan nama berdasarkan abjad). Barangkali pertanyaan itu yang seketika hadir begitu membaca judul tulisan ini. Sebenarnya banyak fakta unik untuk membandingkan ketiganya, namun ibarat sejumlah puzzle yang masih berserakan, belum bisa menghadirkan gambar menarik untuk dinikmati. Sehingga tidak ada pengamat yang mencoba membandingkan apple to apple antara ketiganya. Untuk itulah tulisan ini mencoba menyajikannya, agar para pengamat yang lebih senior ikut mempertajamnya. Dengan demikian kompetisi para kandidat capres tidak hanya menjadi wilayah kerja lembaga survey popularitas dan elektabilitas semata, melainkan juga membuka ruang bagi lebih berperannya lembaga-lembaga yang memiliki kepedulian dalam mengelola data rekam jejak para kandidat.

Fakta pertama terkait pemberitaan media. Tanpa dukungan data statistik pun, tidak ada yang membantah jika disimpulkan bahwa Jokowi dan Prabowo praktis lebih banyak dipublikasikan media dibandingkan dengan Yusril. Jokowi banyak dipublikasikan karena keunikannya. Belum ada Gubernur, apalagi di DKI Jakarta, yang rajin blusukan mendatangi masyarakat. Keunikannya membuat popularitasnya terus meningkat pasca terpilih sebagai Gubernur DKI, sehingga lantas digadang-gadang untuk maju sebagai Capres dalam Pilpres 2014. Banyak lembaga survey politik yang menempatkannya dalam posisi teratas, untuk elektabilitas capres. Sayangnya rangkaian hujan terus menerus di awal tahun 2014 yang membuat Jakarta lebih lama direndam banjir dibanding tahun-tahun sebelumnya, dan kemacetan yang tak kunjung teratasi, sedikit demi sedikit menurunkan popularitas dan elektabilitas Jokowi.

Meski elektabilitas Jokowi dalam beberapa survey masih menduduki posisi tertinggi, namun tidak begitu spektakuler lagi seperti pada awal masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tak hanya itu, sebagian kalangan mulai mengaitkan popularitas Jokowi dengan keberadaan pihak tertentu yang melakukan upaya masif dan terkoordinir agar media membesarkan nama Jokowi. Layak ditelaah, tudingan itu berdiri sendiri dan berasal dari lawan politik Jokowi, atau justru bagian dari upaya agar tetap ada topik menarik untuk memberitakan Jokowi. Karena di Indonesia, popularitas seseorang bisa diangkat media, baik melalui penilaian positif maupun negatif, keduanya hanya berbeda dalam persoalan kemasan saja.

Akan halnya Prabowo, sudah banyak diberitakan media sejak Pemilu 2009 yang lalu. Sejak didirikan Prabowo pada 7 Februari 2008, Partai Gerindra memang mengeluarkan belanja iklan paling besar dibanding partai lainnya. Popularitas Prabowo terus didongkrak iklan yang  dibuat dengan konsep bagus dan mengena, membangkitkan semangat masyarakat untuk memperbaiki keadaan serta memulihkan harga diri dan martabat bangsa Indonesia. Meski demikian, besarnya biaya iklan tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan bagi Partai Gerindra dalam pemilu 2009. Pengaruh itu baru mulai terasa sekarang, membuat kelompok yang mengkhawatirkannya bakal melenggang jadi penguasa lantas menggali data rekam jejak Prabowo di masa orde baru. Kasus penculikan aktivis pro demokrasi, dengan 13 orang yang sampai saat ini tak diketahui rimbanya sering dikaitkan dengan Prabowo. Di sisi lain dua orang aktivis korban penculikan tersebut, saat ini justru menjadi anggota parlemen melalui Partai Gerindra, yakni Desmond J. Mahesa dan Pius Lustrilanang. Sehingga lagi-lagi terjadi, penilaian negatif malah ikut membantu mendongkrak popularitas.

Kasus lain yang juga sering dikaitkan dengan Prabowo adalah rencana kudeta di masa Presiden B.J. Habibie. Entah ada maksud untuk semakin mendongkrak popularitasnya, atau sekadar ungkapan perasaannya, ketika tampil dalam Rakernas Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PKB-PII), 1 Maret 2014, Prabowo menyatakan, "Sekarang saya menyesal, mengapa saat itu tidak melakukan kudeta." Yang pasti hal ini membuat Prabowo kembali menjadi sorotan berbagai media.

Berbeda dengan Yusril yang teramat minim dari perhatian media, meski menjadi pemeran utama dalam sejumlah perubahan besar. Menghadapi Pemilu 2014 ini saja, ada dua kasus hukum yang terkait dengan pelaksanaan pemilu yang diangkat Yusril, yakni keberhasilan PBB menjadi peserta Pemilu 2014 dan gugatan untuk pelaksanaan secara serentak pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) dalam Pemilu 2014.

Lolosnya PBB menjadi peserta Pemilu 2014 jelas karena peran besar Yusril yang memang sangat menguasai peraturan perundangan. Ketika KPU menetapkan hanya 10 parpol yang lolos untuk mengikuti Pemilu 2014, PBB menyampaikan keberatan kepada Bawaslu. Tiga alasan yang dijadikan dasar KPU untuk tidak meloloskan PBB dimentahkan. Pertama kurangnya jumlah pengurus perempuan di Sumatera Barat; kedua ada pengurus PBB yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ketiga anggota PBB di Jawa Tengah, Bali dan Kalimantan Barat dinyatakan kurang dari yang dipersyaratkan.

Keberatan terhadap alasan pertama dan kedua, diterima Bawaslu. Persyaratan 30% perempuan dalam kepengurusan partai hanya ada di tingkat pusat, bukan pada tingkat provinsi dana kabupaten/kota. Sementara keberadaan pengurus berstatus PNS merupakan kesalahan personal yang bersangkutan, bukan alasan untuk tidak meloloskan partai menjadi peserta pemilu. Namun terhadap alasan ketiga Bawaslu menyatakan tidak dapat menilai bukti yang lebih benar antara yang diajukan KPU dengan PBB, sehingga Bawaslu tetap memutuskan PBB tidak lolos menjadi peserta Pemilu 2014.

Perjuangan Yusril berlanjut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Di sini perjuangan Yusril bisa memakan partai lain yang sudah terlanjur dianggap besar. Yusril mengajukan sampel 10 kartu anggota PBB dan 10 kartu anggota Golkar. Dalam kartu anggota PBB yang dikeluarkan kepengurusan tingkat kabupaten/kota identitas cukup lengkap meliputi: nama kabupaten/kota, nama anggota, tanggal lahir, alamat jalan, RT dan RW, desa/kelurahan, pekerjaan dan ada fotonya. Sedangkan kartu anggota Golkar yang dijadikan pembanding, hanya ada nama, RT/RW, tidak ada tanggal lahir, tidak ada pekerjaan dan tidak ada foto kecuali foto Aburizal Bakrie. Dengan fakta yang diajukan Yusril tersebut, jelas aneh ketika Golkar malah diloloskan dan PBB tidak. Kalau saja PT TUN kemudian tidak menerima keberatan PBB, bisa jadi fakta yang diajukan Yusril berkembang bak bola liar. Demikian juga saat KPU sempat hendak mengajukan kasasi terhadap keputusan PT TUN yang meloloskan PBB sebagai peserta Pemilu 2014, langkah tersebut bisa membahayakan KPU sendiri dan Golkar yang kartu anggotanya dijadikan pembanding. Ternyata partai sebesar Golkar administrasinya kalah rapi dengan PBB yang tidak diloloskan KPU. Bagaimana sesungguhnya kinerja KPU dalam melakukan verifikasi partai? Kasus ini sepertinya luput dari sorotan media. Hanya keputusan PT TUN yang kemudian meloloskan PBB saja yang dipublikasikan media.

Demikian juga dengan kasus gugatan Yusril tentang pileg dan pilpres serentak yang saat ini masih ditangani MK. Tak membuat media mem-blow up berita tentang Yusril. Bahkan tak sedikit yang sinis, termasuk media sosial yang selama ini diharapkan menjadi penyeimbang media cetak dan elektronik yang mulai dikendalikan kepentingan politik pemiliknya. Akun twitter Trio Macan termasuk salah satu yang sinis dengan langkah Yusril. Menganggap hal itu merupakan bagian dari skenario untuk menggagalkan Pemilu 2014 ini.

Dari fakta pertama ini, jelas bahwa Jokowi, Prabowo dan Yusril menerima perlakuan yang berbeda. Penyebabnya? Pembaca tentu bisa menyimpulkan sendiri. (Bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun