Mohon tunggu...
Kang Inun
Kang Inun Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Kang Inun lahir di pesisir teluk lada saat matahari baru tersenyum tahun seribu empat ratus tujuh.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Obat Generik Cap Syukur

18 Oktober 2013   14:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:22 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa ini saya ketahui selepas saya pulang ke udik libur lebaran Idul Adha pekan ini. Saya bertanya kepada orang tua dan kerabat bagaimana keadaan mereka. Mereka bersyukur karena masih diberi kesehatan dan kesempatan beramal saleh. Lalu ibu saya bercerita bahwa adik saya dari sekolahnya, SDN 2 Kenanga, mendapat bantuan keuangan. Dana ini diperoleh karena orang tua kami salah seorang penerima dana BLSM.

Muncullah jumlah nominal bantuan ke telinga saya. Namun, jumlah itu tidak sepenuhnya mereka terima. Sebelum pembagian dana ini berlangsung ada rapat wali murid untuk pemberitahuan dan proses pencairan dana ini serta ada kontes menelanjangi harga diri sendiri oleh para guru di sekolah adik saya tersebut. Pada rapat tersebut para guru terang-terangan meminta jatah lima puluh ribu rupiah pada setiap anak yang mendapatkan bantuan ini. Nilai lima puluh ribu rupiah ini setara 12,5 % dari total bantuan.

Saya dengarkan saja semua informasi ini dan berharap ada informasi lain mengenai penelanjangan harga diri sendiri oleh para guru di sekolah dasar yang terletak di Kelurahan Kenanga Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon tersebut. Muncul satu tumbuh seribu. Saya mendapat informasi lain bahwa sepupu saya ternyata mendapat dana bantuan operasional sekolah (BOS). Alangkah terkejutnya saya ternyata setiap dana BOS cair, ada saja dana tersebut yang menguap. Bibi saya selaku orang tua dari sepupu saya penerima dana BOS hanya bisa tersenyum dan bersyukur. “ Ya, Syukur duit yang dipotong Cuma Rp.60.000, coba kalau di sekolah samping kantor lurah dana BOS yang dipotong bisa sampai setengahnya”.

Alangkah takjubnya saya merasakan berada di tengah keluarga yang penuh syukur walau keluarga kami sadar telah dihisap darahnya oleh karyawan (abdi) negara. Mereka tidak merasa sakit karena sadar para penghisap darah merekalah yang sebenarnya sakit. Mereka tidak berontak karena insaf bukan pemberontakan untuk menyembuhkan para  penghisap darah ini. Para penghisap darah ini mendapat resep mujarab dari keluarga kami beberapa obat. Obat tersebut adalah syukur, qana’ah dan tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun