Mohon tunggu...
Kang Insan
Kang Insan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

God created men in order to tell stories

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rindu (kok) Melengkung?: Bahasan Puisi Nandar Grego

6 November 2014   21:21 Diperbarui: 16 Februari 2017   13:59 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

RINDU (KOK) MELENGKUNG?

Pendahuluan

Nandar Grego atau Nandar Dinata adalah salah satu penyair yang puisi-puisinya (selalu) dipublikasikan lewat Kompasiana. Kekhasan puisi-puisi Nandar Grego adalah penggunaan kata-kata atau ungkapan yang bercitarasa mirip dengan para penyair Angkatan 30-an. Pilihan kata-katanya mendayu-dayu, menyeruak sisi dalam perasaan pembacanya. Sebab itu, saya cenderung menganggap Nandar memilih untuk berdiri sebagai penganut romantisme sentimental. Tapi, selain itu, saya mencatat Nandar “berani” mengkreasi kata dengan proses pembentukan yang menyimpang dari umumnya. Misalnya, Nandar menggunakan kata yang sebenarnya (pada hakikatnya) terkategori sebagai bentuk ulang (reduplikasi) sebagian atau kata ulang dwipurwa, contohnya reruangan, sesiapa, rerimbun, dan dedaunan seperti diungkapkan pada puisi di bawah ini.

Rindu yang Melengkung

Gemericik rintih dahaga

Merajuk rinduku yang membara

Melarung mengerang reruangan sukma

Mendikte pedih lara yang kurasa

Bukan pada sesiapa

Hanya teruntuk dirimu saja

Meski secara melengkung adanya

Semasing akal dan hati ini

Bertautan pada sebuah dimensi

Menuju satu muara tak bertepi

Memadu hasrat rindu yang tergenapi

Rerimbun dedaunan taman rindu ini

Terkulai layu tiada berseri

Terlampau keringnya hamparan jiwa ini

Tiada terjamah dan tersirami

Selaksa rindu yang pernah teresapi pun ternikmati

Pembahasan Puisi: Isi Bait

Puisi ini terdiri atas empat bait, dengan jumlah larik tiap baitnya berbeda-beda, yaitu 4-3-4-5. Dan, terdapat rima akhir pada setiap bait, yaitu a-a-a-a, a-a-a, b-b-b-b, dan b-b-b-b-b. Jadi, secara keseluruhan, puisi ini tidak memiliki pola tertentu.

Bait pertama berisi pendeskripsian pe-rasa-an subjek larik disebabkan merindui seseorang yang membuatnya merasakan lara. Ada gambaran ketersiksaan batin pada bait pertama ini. Larik ketiga yang didominasi kata berujung bunyi /ng/, seperti melarung, mengerang, dan reruangan menimbulkan efek kesangatan (intensifikasi) makna.

Bait kedua merupakan penugasan  siapa yang sebenarnya dirindui oleh subjek lirik. Jawabannya pada larik kedua: dirimu, bahkan ditegaskan dengan sangat lewat pemakaian kata hanya dan saja. Meskipun hanya tiga larik, tetapi justru bait inilah yang mengungkapkan siapa yang telah membuat si subjek lirik sedemikian rindunya itu.

Kemudian, bait ketiga subjek kembali menegaskan kondisi atau keadaannya lewat penggunaan majas sinekdok pars pro toto, dengan memakai akal dan hati ini. Disebut sinekdoke pras pro toto sebab akal dan hati ini sebenarnya merujuk pada diri subjek lirik sendiri secara utuh bukan sebagai bagian-bagian yang terpisahkan. Jadi, sebenarnya subjek ingin mengatakan bahwa dirinya mengarahkan hidupnya untuk mencapai muara tak bertepi. Muara tak bertepi adalah metaforis. Tapi, kita mengalami kesulitan untuk mencari pengertiannya sebab larik keempat berfungsi sebagai apositif terhadap muara tak bertepi itu, yaitu memadu hasrat rindu yang tergenapi.

Pada bait keempat terasa mengungkapan “penyerahdirian” subjek lirik terhadap keadaan yang memaksanya menyadari bahwa rindunya akan menjadi kesia-sia. Pola isinya adalah akibat-sebab1-sebab2. Larik 1 dan 2 sebagai akibat, sedangkan larik 3 merupakan sebab, sekaligus akibat bagi larik 4. Sedangkan larik 5 berperan sebagai agen atau pelaku.

Tema Puisi

Puisi berjudul “Rindu yang Melengkung” itu bertemakan tentang perasaan rindu subjek lirik, bisa jadi penyairnya sendiri, terhadap seseorang yang pernah hadir pada suatu waktu dalam kehidupannya. Dulu ia pernah merasakan rindu itu, tapi berbeda dengan rindu sekarang yang disadarinya menjadi sebuah kesia-sia. Sebab itu, ia menggunakan kata melengkung sebagai ibarat rindu itu tidak mengenai sasaran yang ditujunya.

Analisis Struktur

Larik 1 merupakan kelompok kata yang difungsikan sebagai keterangan perumpamaan. Citraan yang muncul adalah citra pendengaran melalui kata gemericik yang biasanya merujuk pada bunyi air yang jatuh secara terus-menerus dengan konstannya. Itu pun pelukisan rindunya yang terus-menerus. Larik 2 merupakan kalimat inversi, yaitu predikat dikedapankan mendahului subjeknya. Penegedepan predikat mengakibatkan how dan why menjadi penting dibandingkan what-nya. Jadi, ada keaktifan pada rindu yang membara. Sebab itu, secara semantis, larik 3 dan 4 merupakan akibat dari larik 2.

Pada bait 2, pokok soalnya—rindu—tidak diungkapkan alias disiratkan. Sebagai kalimat, larik-larik itu tidaklah dapat disebut sebagai kalimat sempurna. Hilangnya subjek, seolah-olah menegaskan ketidakberartian rindu subjek bagi dirimu di lain pihak. Yang menarik adalah nada ungkap larik 3 mendatar dan landai, sebagai gambaran ketakseriusan disebabkan mengetahui hasil yang bakal didapatkan.

Pada bait 3, larik 1 adalah sebuah kelompok kata yang menduduki fungsi sintaksis sebagai subjek. Jelas, penyair ingin menagaskan bahwa inilah yang penting. Lalu, larik 2 berfungsi sebagai predikat yang diikutioleh komplemen, sebuah dimensi. Dan, larik 3 sebagai keterangann tujuan. Muara tak bertepi sangat hiperbolis sekaligus metaforis. Larik 4 sebagai penjelasan terhadap muaratak bertepi itu. Sistematika isi bait ke-4 seperti halnya bait 3, yaitu larik 1 sebagai subjek, larik 2 sebagai predikat, lalu lariknya sisanya sebagai keterangan.

Kesimpulan

Nandar Grego masih bermain-main pada bentuk puisi yang secara tradisional dikenal sebagai puisi liris. Puisi yang berisi curahan perasaan atau batin si penulisnya. Puisi ini dapatlah dikatakan mewakili perasaan dan kata hati Nandar yang merindui seseorang, tetapi sayangnya “dirimu” yang dirindui tidak kunjung bisa ditemui atau menemuinya. Secarasadar, dipakailah ungkapan rindu yang melengkung pada judul puisi ini.

Wallahu’alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun