Megurai arti Idul Fitri, Quraish Shihab mengartikan bahwa Idberarti kembali dan fithr dapat diartikan agama yang benaratau kesucian atau asal kejadian. Kalau umat Islam memahaminya sebagai agama yang benar, maka hal itu menuntut keserasian hubungan karena keserasian tersebut merupakan tanda keberagaman yang benar.
Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW bersabda, Al-Din Al-Muamalah. Nasihat menasihati dan tenggang rasa juga termasuk ajaran agama karena Nabi SAW juga bersabda, Al-Din Al-Nashihah. Dengan demikian, setiap yang ber-Idul Fitri harus sadar bahwa setiap orang dapat melakukan kesalahan; dan dari kesadarannya itu ia bersedia untuk memberi dan menerima maaf.
Fithrah berarti kesucian. Ini dapat dipahami dan dirasakan maknanya pada saat seorang hamba duduk merenung sendirian. Ketika pikiran mulai tenang, kesibukan hidup atau haru hati telah dapat teratasi, akan terdengar suara nurani yang mengajaknya berdialog, mendekat bahkan menyatu dengan suatu totalitas wujud Yang Maha Mutlak, yang mengantarnya untuk menyadari betapa lemahnya manusia di hadapan-Nya, dan betapa kuasa dan perkasanya Yang Maha Agung itu.
Suara yang didengar itu adalah suara fithrah manusia, suara kesucian. Setiap orang memiliki fithrah itu, terbawa serta olehnya sejak kelahiran, walaupun sering terabaikan karena kesibukan dan dosa-dosa sehingga suaranya begitu lemah hanya sayup-sayup terdengar. Suara itulah yang dikumandangkan pada Idul Fithri, yakni Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Hari Raya Idul Fitri hakikatnya bukan untuk orang-orang yang pakaiannya hanya baru saja, akan tetapi yang lebih dari itu adalah bertambahnya ketaatan bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan ibadahnya di waktu-waktu itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H