Pupus sudah harapan Indonesia menjadi tuan rumah sebuah kejuaraan besar sekelas piala dunia, FIFA telah secara resmi mencabut Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U20.
Tidak ada asap, jika tidak ada api, begitu pepatah lama dari para bijakpandai di negeri ini. Artinya, gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U20 pasti ada hal besar yang menjadi penyebab FIFA sampai pada kesimpulan bahwa Indonesia tidak pantas lagi menjadi tuan rumah sebuah kejuaran besar sepakbola.
Persiapan telah rampung dilakukan oleh pemerintah dan PSSI, pembenahan stadiun, sekian banyak anggaran perbaikan telah di gelontorkan, ambisi pemerintah tampak jelas agar kiranya Indonesia bisa sukses sebagai penyelanggara piala dunia U20, jika akhirnya gagal ketika tanggal penyelenggaraan tinggal menghitung hari, pantaskah jika kita mencari pihak mana sesungguhnya menjadi penyebab kegagalan ini?
Tidak kurang dari presiden Jokowi sendiri yang menghimbau agar seluruh rakyat Indonesia berlapang dada menerima kenyataan gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U20, presiden bahkan menekankan agar kita sebagai anak bangsa tidak saling menyalahkan satu sama lain, lebih penting menatap kedepan bagaimana memajukan sepakbola nasional.
Tapi bagaimana kita akan melakukan evaluasi atas sebuah kasus, kemudian menjadikan gagalnya Indonesia menjadi tuanrumah penyelanggaraan kejuaraan tingkat dunia, menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini agar tidak terulang kembali di kemudian hari, jika kita tidak mengulik, memilah, meneliti, apa sebenarnya penyebab dan kesalahan siapa saja yang menjadi penyebab kegagalan ini.
Bukan hendak menyudutkan satu pihak atau mengkambinghitamkan kelompok atau individu di balik kegagalan ini, namun kita harus mencari titik titik dimana saja kesalahan itu terjadi, agar kesalahan serupa tidak terulang di kemudian hari.
Sejak Indonesia mengajukan diri menjadi tuan rumah piala dunia U20, kemudian terpilih secara resmi oleh FIFA, pemerintah dan PSSI sepertinya kurang mempromosikan even besar ini kepada halayak ramai. Ini gelaran olahraga tingkat dunia, namun gaungnya seperti kurang menyihir para pecinta sepakbola di negeri ini.
Saya masih belum pernah melihat promosi besar besaran untuk mengangkat gelora penyelanggaraan piala dunia U20. Baik di media televisi, spanduk, poster, baliho. Bahkan terasa lebih ramai foster dan baliho sosok politik di negeri ini, daripada promosi piala dunia.
Penyelenggara terkesan hendak melaksanakan kejuaraan sekelas piala dunia ini secara diam diam, entah karena kurang anggaran, atau sesungguhnya pemerintah dan PSSI telah mencium gelagat penolakan dari elemen masyrakat karena ada negara Israel menjadi salah satu tim yang akan ikut bertanding.
FIFA berani menunjuk Indonesia menjadi tuan rumah sebuah gelaran piala dunia, pasti karena ada kesanggupan dan jamina dari pemerintah Indonesia dan PSSI sebagi induk olahraga sepakbola nasional. tanpa ada jaminaan suksenya sebuah kompetisi sekelas piala dunia, rasanya FIFA tidak akan gegabah menunjuk Indonesia menjadi tuan rumah. Apalagi sebelumya sepakbola negeri ini baru saja mendapat musibah kemanusian terbesar dalam sepakbola, yaitu tagedi kerusuhan Kanjuruhan.
Jaminan keamanan, kesanggupan menyediakan insfratuktur, akomodasi, kenyamana peserta dan penonton, dan tentu saja jaminan bahwa piala dunia U20 psti sukses jika di adakan di Indonesia telah di di janjikan dan menjadi komitmen para pemangku kepentingan di negeri ini. Presiden, menteri, kapolri, kepala daerah yang kotanya akan menjadi tempat penyelanggaraan, pasti telah menyampaiakan komitmen itu kepad FIFA.
Jika akhirnya ada kepala daerah kemudian merasa keberatan jika daerahnya menjadi kota penyelangaraaan piala dunia tersebut, padahal jauh hari telah menandatangai komitmen bisa mensukseskan piala dunia, bukankah ini kesalahan fatal dari seorang pemimpin terhadap apa yang telah di ucapkan, di janjikan, yang tentunya menjadi pegangan organisasi internasional sekelas FIFA.