Dalam diam, sesungguhnya aku mengagumi ketangguhanmu menyelesaikan persoalan. Gestur tubuhmu tak menampakan kekalutan, raut wajah tenang setenang elang betina menunggu sarang, terbang melayang, tetiba meluruk tajam menyerang akar pergulatan.
Harus aku akui satu hal, antara dusta dan fakta, engkau sanggup menyandingkanya seolah tiada terjadi peristiwa. Nada bicara runtut tak terkocoh tepukan, mata bening seakan penegas bahwa kejadian demi kejadian adalah lumrah menurut penalaran.
Meskipun dadamu bergemuruh, meskipun keringat dingin berhasil engkau usir dengan senyum manis sedingin malam sunyi.
Dalam diam, ternyata ada permufakatan pikiran di antara sekumpulan dusta dan sedikit polesan kebenaran. Lihat jari kakimu agak gemetar, lantai tempatmu berpijak sedikit demi sedikit berputar membentuk lingkaran kesesatan. Meski mereka diam, meski mereka tak mengucapkan bantahan, namun laju peluru waktu adalah kemustahilan, untuk di redam, membelokkan sasaran, mengganti pelaku serupa korban.
Sampai kapan engkau akan tetap bertahan, bila masa paceklik dukungan membuatmu tersungkur di meja pesakitan.
Dalam diam, dalam bising kebodohan, ijinkan aku menyampaikan saran," Kembalilah dengan jiwa besar! Akui bahwa usia dan peristiwa adalah dua jalan terjal penuh dealika."
Dalam diam, maafku semoga tersampaikan.
#####
Baganbatu, maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H