Wahai negeriku, adakah kini engkau tengah menanggung malu? Anak cucu yang engkau naungi dan lindungi sedari lahir hingga menjelang mati, tak lebih dari sebangsa benalu bermuka lucu, bertingkah ambigu, berhasrat dungu. Mengeruk kekayaan yang engkau simpan di laut dalam, membabat habis segala jenis hutan untuk mencipta pemukiman elit penuh gedung menjulang. Tak kira berapa gunung telah tersungkur, sungai jernih berubah buih beracun memenuhi aliran sunyi.
Wahai negeriku, adakah engkau tengah bermuram durja? Tingkah polah pejabat pengemban amanat rakyat ternyata tak lebih dari sekumpulan penjahat bermata kilat, berkuku tajam, berhasrat kuat hendak menjadikan rakyat sebagai alat melanggengkan kekuasaan. Si miskin lumbung suara, Â si jelatah hanya obyek kelinci percobaan mengaburkan mata dunia.
Wahai negeriku, sebentar lagi senja akan tiba, adakah engkau hendak sejenak membaringkan tubuh meringankan lelah. Airmatamu telah tertumpah, kerut kepedihan kini tergambar nyata.. Tunggu hingga malam tiba, kita akan mengheningkan cipta, mengenang para pahlawan yang ternyata mati tanpa mengharap tanda jasa. Mari kita nyanyikan lagu duka, hilangnya manusia jujur di bumi indah persada nusantara.
Wahai negeriku, jika esok matahari kembali terbenam, Â jangan bongkar aib ini kepada bintang gemintang. Cukup engkau dan aku menanggung malu, biarlah kita berdua menjadi saksi dari perbuatan culas manusia lacur penuh tipu.
Wahai negeriku, mari kita tidur dengan airmata sebagai pelita.
#####
Baganbatu, maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H