Biuuh! Dikau menundukkan muka dihadapan paduka, mengucap salam laksana kelembutan beludru ungu bersarung samudera jingga, menangkupkan tangan tanda kesetiaan, menghaturkan bakti harga selembar nyawa seumpama geguritan lamat terdengar.
Dikau pengumpul keanggunan, pemilik segala hayal para pembesar keturunan kahyangan. Hidung mbangir menancap pada pandangan, paras rupawan telah sejak tapal batas mengguncang singgasana raja terpejam.
Nin, dikau membakar wuwungan kasmaran. Membelokkan tujuan para saudagar, mencipta lesus berputar ingin mencengkeram. Aura beningmu, menguar merdumu, semburat ungu pada bayangan tempat dikau bertumpu.
Beri kesempatan para kesatria memandang wajah, setelahnya mereka rela manikam dada ketimbang kecewa, para abdi akan membawakan segentong penuh air kenanga, menghapus jejak dikau berkilau laksana panggilan surga menjelma seketika.
Ning, Telampah
Ning, telimpuh
Hamba rela menjelma dalam wadah bercampur bara.
#####
Baganbatu, februari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H