Sendok dan garpu berdenting pelan, seakan tahu diri tak lancang melebihi cerita sang tuan. Gelas putih mulus hanya terdiam, menunggu di bibir meja, berharap mampu segera menuangkan cairan sebagai pereda amarah.
Makan pagi yang tegang, setelah semalaman beradu mulut mempertahankan kesombongan. Terasa kaku tanpa sentuhan, hidangan lezat terasa hambar memasuki kerongkongan.
Si lelaki bertubuh tinggi, memakai jas mahal berwarna tebal, jam mewah melingkar membantu memecah suasana. Tik, tik, tik, yang membosankan. Sedetik terasa lama, sangat lama, teramat lama.
Sang perempuan berdandan bak putri bangsawan, beralis hitam bersulam, bibir merah bekas polesan, cantik rupawan tanpa tandingan. Batu berlian memenuhi jari tangan, kemegahan apalagi yang belum mampu mereka pertunjukan?
Tapi meja makan adalah ladang pertempuran, tempat melampiaskan amarah dengan saling diam. Saling pasang muka masam, menjadikan aneka hidangan pajangan basi menjijikan. Pada akhir pekan, waktu yang seharusnya saling bermesraan.
#####
Baganbatu, januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H