Membaca sajak sajakmu, membuat aku lupa waktu. Menyemut memenuhi kepala, ternyata aku masih terasa muda.
Cinta mengalir begitu saja, bahagia ternyata hanya sejengkal dari nyata. Indah, meski tangis itu pernah ada. Kehilangan segera berubah memiliki asa.
Begitu indah diksi mewakili rasa, mengurai arti betapa masa tua adalah surga bagi pendamba bahagia. Telah melalui lautan bara, mendaki sedih hingga menemukan puncak bahagia, atau ketika metafora berupa bunga dan kumbang adalah perlambang keutuhan hubungan.
Ketika Engkau menulis mata indah, anganku melayang betapa cantiknya kamu ketika kita pertama jumpa. Hingga detik ini, rasaku tentang kamu tetap sama. Engkau tetap cantik meski usia tengah menuju senja. Cantik yang menyuarakan kelembutan hati, setia mendampingi meski aku bukanlah lelaki sejati. Harus aku akui, aku penuh cacat dan kekurangan secara hakiki.
Membaca sajakmu, menemukan hatimu.
Membaca sajakmu, menemukan hidupku kembali tumbuh
#####
Baganbatu, desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H