Ketika perang menjadi pemuncak sebuah pertikaian, adu kuat adu perangkat kemudian meningkat. Siapa membasmi siapa, mengapa harus menumpas apa, bukan lagi persoalan utama. Perang adalah cara barbar yang di pelihara oleh bangsa moderen, di poles manis dengan dalih dan kepentimgan nasionalis.
Tank menghancurkan tank
Senapan menyalak mencari sasaran
Ranjau darat meledak mencabik siapa saja yang menginjak
Peluru kendali menyasar musuh, tanpa nurani tanpa ragu
Semua hancur bagai kepingan debu, berserakan tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal, tanpa sempat menanyakan alasan, "Mengapa kami di bunuh, mengapa rumah kami di hancurkan, mengapa martabat kami di rendahkan."
Kemudian yang tersisa hanya tangis, kehilangan, ketakutan, kepedihan.
Para pemangku kekuatan menonton dari layar besar, mengotaki taktik dan strategi kematian, mencipta skenario terburuk bagi kemanusiaan.
Korban bergelimpangan, kerugian menyentuh ambang kengerian, tapi tombol memulai perang tengah asyik di permainkan. Kekuatan besar semakin arogan, kepentingan nasional menjadi alat pembenar.
Yang tersisa akhirnya adalah rasa sakit kehilangan.