Wajah cantik itu tertunduk, mata bening penuh rintik hujan dari hati, gemuruh dada serupa guntur, mengaduk-aduk tetes hujan agar mendidih. Sakit pasti, luka sedih, genangan berupa sesal tetiba membanjiri merubung mimpi.
Zuraiha, berjalan tanpa alas kaki, melintasi air comberan hitam kelam, tak lebih kelam dari kisah hidupnya.
Di tinggal kekasih tercinta, di biarkan terluka ketika semua telah terjamah, satu hatipun rela terkorban demi mempertahankan hubungan. Tapi nyatanya, yang di agungkan ternyata penikam, yang di sangka mampu membahagiakan tak lebih kumbang jalang pencari korban.
Jika hujan ini adalah peluruh dosa, penumbuh bibit dan berkecambah bahagia, Zuraiha rela. Biarkan rintiknya memenuhi, mencumbui, membelai, sebentuk hati yang ingin damai.
"Hujan, tetaplah datang"
#####
Baganbatu, oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H