Ketika ku tanyakan tentang kisah masa silam, matanya terpejam, air mata menitik pelan di kulit pipi yang  di penuhi kerutan penderitaan. Entah derita macam apa yang telah menimpa, sehingga membayangkanyapun ia tidak kuasa. Tak ada isak tangis, tapi tangannya menggenggam erat tanganku, seolah ini adalah pegangan hidup, setelah sekian lama menggelandang dalam sepi dan hujatan.
Aku belum pernah menjumpai wajah semelas ini, bahkan bayangan yang tercipta adalah butiran hujan bercampur retakan malam membentuk kerisauan.
Anda pasti tidak pernah senelangsa ini, bisa jadi anda akan menuduhku tengah memanfaatkan suasana kesepian batin perempuan yang baru dua jam lalu berjumpa.
Tapi aku sungguh trenyuh.
Kisah batinya
cara matanya menatap arah
Bicaranya yang sesekali tapi menimpahkan makna dan peristiwa dengan gemuruh dada
Itu semua adalah pengakuan pasrah tentang betapa ia telah menjelma dari manusia, bidadari, kemudian keluar dari kepompong sebagai iblis cantik penggoda lelaki. Sungguh tuduhan keji.
Inginku mengangkatnya ke dunia berderajat, menepikan bisikan setan tentang gemerlapnya dunia kelam. Ajakanku bukan uluran tangan malaikat, karena aku hanya penjahat kambuhan yang sama ingin pertobatan.
Perempuan bertudung hitam di arah jam sembilan