Jalan kerikil menghujam naik ke kaki gunung, langkah kaki terantuk rindu yang menyemut bersama gerombolan domba di semak murbei, nafasku memburu seperti hatiku yang semakin tak menentu. Atap pertama rumah tua masih ku kenali dari aroma cat yang berwarna biru muda, terkelupas seiring hempasan masa, tiang penyangga hampir patah tertiup kabar angin tentang kerinduan puteri jelita.
Aroma cendana tetiba menyergapku dari segala arah, melayangkan tubuhku melambung menembus gunung besar pembatas pertemuan sejarah, tubuhku ringan seperti tanpa beban masa silam, mataku nyalang seakan mesin pemindai mencari kekasih yang tersayang. Di antara keriuhan pesta besar penyambutan, denting alat musik yang memainkan lagu selamat datang, Aku terbang bersama angan yang menari memenuhi langit kesadaran.
Bak pertapa pengelana yang mencari kesejatian hidup dari gersangnya padang pasir dan bentangan samudera, ruhku telah sempurna mendahului mencium aroma bunga kenanga penghias rambut puteri dambaan jiwa. Berdiri mematung dengan seikat bunga sebagai tanda tulus menyambut belahan jiwa, tersenyum manis ketika bayanganku muncul perlahan dari percikan emas cahaya senja.
Tubuhku sekarat, jiwaku tersangkut batu besar tempat wajah dan kotamu aku impikan. Aku bahagia, meski hanya ilusi dan bayangan jiwa yang sanggup menjumpaimu di kota tua. Janjiku terlaksana, sumpahku akan kembali pada suatu masa telah mencukupi sebagai tanda cinta.
Biarlah rinduku yang menemuimu dalam hampa, karena tubuhku telah terkorban ketika mimpi indah ini mulai tiba.
#####
Baganbatu, 19 agustus 2022