Lembaran malam di gantungan angan, mengajak berdiskusi tentang diam. Menyepi kemudian menyendiri, memeluk gelap sebagai perhiasan, memaknai nyanyi rembulan sebagai pertanda permufakatan, Sekian juta niat dan ambisi terpendam.
Cahaya merunduk padam setengah tiang, bayangan kini bernilaisangat mahal, kerlip kunang-kunang ternyata hanya tipuan pendar perasaan. Pengharapan yang tetiba pudar, penantian hilang di telan ketidakpastian.
Juangku tak menjangkau jerit hitam sosok pembungkam, kebebasan berpendapat mulai di sortir menyerupai kerlip bintang. Indah dari kejauhan, tak terjangkau tak terengkuh mempelopori perubahan.
Yang mati ketika memperjuangkan, yang rela mempertaruhkan nyawa demi sebuah nilai tentang keadilan. malam ini, terbaring sendiri dalam diam yang panjang. Tak mampu berkata-kata, tak lagi mampu merentangkan tangan merintangi ketidakadilan yang semena-mena.
Malam semakin panjang, perubahan arti menemukan titik bakar. Yang dulu berkata lantang sambil mengepalkan tangan, kini tertidur di meja panjang penuh kue kekuasaan.
#####
Baganbatu, akhir juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H