Ketika gelap berkuasa, singgasana di penuhi kelam dalam derajat gulita. semua menyembah, pura-pura menyembah, bahkan terpaksa menyembah. Batu kukuh dengan pendapatnya, air mengalir mengikuti titah, udara berhembus seakan ini adalah takdir penciptaan, gelap itu adalah raja maharaja.
Ketika Nur terlahir kedunia, sosoknya segera menimbulkan pro-kontra. tiba-tiba percikan cahaya ada di mana-mana. di meja makan, di pembaringan, dalam pinggan, menempel di ranting dahan marpoyan. Bahkan jubah kebesaran para hulubalang penuh manik cahaya berkilauan.Â
Gelap mengaku kalah, gelap menyerahkan segala kuasa, gelap menyendiri dalam lubang bisu antariksa. berakhirlah dinasti kelam tanpa suara tanpa rupa.
Sekian abad setelah kemenangan, Nur mulai menyadari satu keadaan, tubuhnya mulai lemah, cahayanya tak lagi mampu menjangkau seluruh alam semesta, lahirlah spektrum baru cahaya, tanpa di ketahui siapa orangtuanya. Salah menjadi benar, remang-remang di sangka terang.
batu tak mampu lagi memegang tungku, air mengalir mendaki gunung melawan takdir, angin bertiup seakan dunia telah berakhir. Inilah zaman terang tanpa cahaya, terang bukan gelapun jangan.
######
Baganbatu, April 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H