Dia hadir dari setangkai mimpi, kabut hayal menambah nyata naluri mencipta. Lesung pipit, alis lentik, hingga senyum entah terbuat dari apa, namun terasa indah, menawan sukma.
Dia menjadikanku lelaki setengah dungu. Gemetar tubuh bila bertemu, lidah keluh bila terpaksa harus menyapa rindu. Rindukah ini? Ternyata gelar akademisku tak banyak membantu. Akal sehat seperti lumpuh, hanya hati yang bergetar dan berpendar. Selebihnya, aku pasrah di pingpong ragu atau cemburu.
Dia benar-benar menjelma dalam setiap imajinasi hayal, setangkai kembang, setumpuk tugas lapangan, seporsi rendang menu makan siang. Hadirnya terus berulang, tak mau hilang, bahkan semakin menjadi ketika mata belajar terpejam. Sungguh aku lelaki malang di antara pesona tak terbilang.
Dia, menginspirasi puisi ini.
*****
Baganbatu, juli 2021