Bedil dan senapan menyalak disela senja. Rumpun bunga tumpas seketika, canda-tawa menghilang dengan sendirinya.
Lelaki muda dengan luka memanjang diwajahnya, memunguti selongsong amunisi sambil memadamkan mimpi. Rumahnya rata dengan tanah, ayah-ibunya terkorban dengan luka tembak di kepala. Entah kemana kini teman sepermainan, terkurung konflik atau terkubur diam-diam.
Perang membelah kota dalam delapan selerah. Fasis, nazi, agamis, komunis, kapitalis, berebut singgasana. Zionis, sosialis, mengepung kota demi ambisi semata. Yang mati dianggap hanya hitungan angka, darah tertumpah dianggap hal biasa.
"Mengapa kita menyukai perang? Benarkah seorang pahlawan butuh gelanggang untuk pembuktian". Lelaki muda dengan luka memanjang di wajah hendak bertanya. Kepada siapa?
*****
Baganbatu, juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H