Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Menepilah, Beri Gerak Kemudian Menghilang

27 Mei 2021   19:10 Diperbarui: 27 Mei 2021   19:26 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tonggak sejarah di ranah sepi, dingin lebih menggigit, sepoi angin mencekam mencabik batin. Tanpa puja, tanpa tanda mata. Tanpa senyum kekaguman, tiada pandangan meninggikan.

Bukan siapa-siapa. Hanya kabut berbentuk saputangan, mengusap sisa airmata kering tertumpah. Tidak ingin mata lain menyaksikan, jangan sampai bintang-gemintang mencatatkan. Cukup jengkal masa menjadi tanda pembuktian. Hanya sepi, itu pun kini menjadi teman.

Sejak kapan udara kering mengirimkan pesan, menguarkan kabar bahwa derita mulai menjadi raja. Entah rerumputan mulai berprasangka, atau putaran masa menciptakan hoaks atas nama setia.

Menepilah, itu bukan sia-sia. Setidaknya pada tanah kering jejak itu tergambar nyata. Selamanya.

*****

Baganbatu, Mei 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun