Tonggak sejarah di ranah sepi, dingin lebih menggigit, sepoi angin mencekam mencabik batin. Tanpa puja, tanpa tanda mata. Tanpa senyum kekaguman, tiada pandangan meninggikan.
Bukan siapa-siapa. Hanya kabut berbentuk saputangan, mengusap sisa airmata kering tertumpah. Tidak ingin mata lain menyaksikan, jangan sampai bintang-gemintang mencatatkan. Cukup jengkal masa menjadi tanda pembuktian. Hanya sepi, itu pun kini menjadi teman.
Sejak kapan udara kering mengirimkan pesan, menguarkan kabar bahwa derita mulai menjadi raja. Entah rerumputan mulai berprasangka, atau putaran masa menciptakan hoaks atas nama setia.
Menepilah, itu bukan sia-sia. Setidaknya pada tanah kering jejak itu tergambar nyata. Selamanya.
*****
Baganbatu, Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H