Hingga kini. Seribu lebih ruas jalan di lalui, aneka tanjakan berbentuk perih di lewati. Entah di kilometer berapa ada persinggahan, sekedar membasuh kenangan, agar catatan yang tertinggal adalah kebajikan. Ini pengharapan.
Pagi ini. Di pelukan kabut membekukan, pohon-pohon berdaun fikir khusyuk berzikir. Berdengung seperti gumaman lebah, tinggi kemudian menukik. Menyentuh hati.
Terasa pedas telapak kaki mencicipi panas bumi. Dengki yang tak jua terobati, obsesi semakin menjadi, hingga gunungan dusta menutupi. Tak tahu kapan kan berhenti, tak mampu menyelipkan amal sebagai pengganti.
Semakin jauh. Terasa lelah pikiran menuju. Jiwa semakin compang-camping untuk meraih, hati telah berbentuk debu saat ini.Â
Benarkah telah setengah perjalanan? Atau ini masih kelokan awal. Teropong matahati buta prediksi, siuran angin tak lagi mau memberi mimpi. Sekedar mimpi. Agar tahu tempat terbaik kelak ujung perjalanan ini. Meski tersamar. Walau gambar buram. Hanya untuk menguatkan langkah kaki.
Kembali ketitik awal. Teringat kesucian kini tertinggal. Menatap perjalanan kedepan, rimbun maksiat dan cobaan menghadang.
Perjalanan ini memang butuh kesungguhan. Menyaksikan ribuan teman telah terkorban. Sebuah pengajaran, meski sering terlupa ketika terantuk kerikil kecil persoalan. Mari kita lanjutkan perjalanan, mungkin di sebalik fajar menuju siang, itu adalah tempat pemberhentian. Jangan lupa bekal yang kita pungut di antara sumpah serapah dan kenistaan. Meski sedikit, itu tanda usaha.
Tak perlu risau, jangan biarkan gunda gulana menutup mata. Perjalanan ini pasti ada ujungnya.
*****
Baganbatu, februari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H