Tak ku temukan dirimu, di antara belukar riuh perkotaan, gedung-gedung tinggi menjulang hanya menyaksikan.
Senyum manismu hilang.
Jejak aroma melati semakin memudar.
Dari cafe hingga hotel berbintang, ku sebut namamu secara berulang.
Pada kunang-kunang yang muram
Pada trotoar sepanjang jalan. Mereka hanya heran, terdiam. Membiarkan aku berlari kencang menembus kerumunan. Terengah-engah meneriakan namamu dengan lantang.
Seruni, aku hanya hendak mengabarkan, pematang sawah tempat kita bercanda telah hilang. Rumah pohon di kaki bukit berganti villa, sungai jernih penuh limbah entah dari mana.
Hingga larut malam, di temani tiupan angin yang merayu tulang, ku putuskan kembali ke kampung halaman.
"Mengapa engkau tak menjawab rasa pedihku? Mengapa jejakmu terbang bersama debu yang tersapu."
****
Bagan batu, desember 2020