Kepalan tangan sekeras karang mata memerah menandakan api masih membara. Dalam rongga dada, meluap memenuhi urat saraf, tumpah di kepala.
Lelaki itu memaki dalam bahasa diam, membiarkan kaki membatu di atas trotoar, rambut bercorak emas dengan debu dan residu asap kendaraan. Carut marut seumpama  lalu lalang kepentingan.
Entah berapa lama ia di sana, sebila pisau bergerigi menancap di sela napasnya. Mendengus menanti jawab panas yang menjilat, menunggu kabar kapan matahari akan lewat. Di kornea matanya.
Sedetik, keringat membanjiri jalanan, menenggelamkan pot bunga perkantoran. Nyalinya tak padam, meski pembulu darah berpecahan.Â
"Datanglah kehadapanku"
****
Bagan batu, november 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H