Tiba-tiba aku sangat miskin. Aksara menjadi gelandangan tak bermukim, barisan kata compang-camping tak disiplin.
Tiba-tiba aku merana. Daya kritiku menyentuh ambang duka, tutup mata tutup telinga, berani tega menyaksikan ketidak adilan merajalela.
Tiba-tiba aku jadi pengecut. Tak berani menyuarakan keadilan, hanya sembunyi menanti tepuk tangan.
Tiba-tiba aku menjadi tamak. Berpihak kepada sang congkak, memutar balikan fakta sekedar menelan muak.
Tiba-tiba ku sadari. Nuraniku telah mati, berganti serpihan kepentingan duniawi, bersumberkan nafsu hewani.
Tiba-tiba aku heran sendiri. Ini bukan aku, ini bukan hidupku. Tapi semua  makhluk memujiku.
Tiba-tiba sekali, ku dapati hatiku telah di kerubuti ulat putih. Menjijikan.
Bagan batu, juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H