Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Empat Penjuru Mata Angin

8 Juni 2020   07:03 Diperbarui: 8 Juni 2020   07:03 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada utara kunyatakan gelisah yang mendera, ribuan malapetaka telah menghujam dada manusia, mencabik dan merobek kesadaran, menenggelamkan dan meniadakan kewaspadaan, menguliti segenap naluri hingga mengalir air mata bak aliran Gangga.Meronta pada takdir, mengingkari sembari berkilah kepastian yang pasti hadir. Hujan yang di turunkan, awan yang meneduhkan, lautan bintang yang menghiaskan, bulan dan matahari yang mengawasi, inikah pertanda nasip manusia seperti butiran debu di padang luas tak bertepi.

Kepada selatan kulaporkan. Kebiadaban bertopeng keyakinan, penindasan bersalin rupa kepedulian, kekejaman berwujud halus sangat menyakitkan. Menyembelih kemerdekaan, membungkam kemanusiaan. 

Telah padam kebebasan menyuarakan kebenaran, telah mati pahlawan-pahlawan berhati suci. Tinggal hanya manusia berhati benci, bermuka prahara, bertingkah serigala.

Kepada Barat kuhaturkan,  perasaan sunyi di tengah kerumunan. Manusia berbicara saling menyalahkan, mencaci maki seakan hidangan lezat di meja makan. Tiada pagi kecuali fitnah mulai di gali, tiada petang sebelum kedengkian di bawa pulang.

Jemu menunggu kiamat datang, lelah mengharap keadilan di tegakan. Malam meringkuk di penjara mimpi menakutkan, siang di gelandang harapan tetapi lebih sering mengecewakan.

Kepada timur kukirim pesan. Akankah cahaya perubahan masih engkau janjikan, akankah butiran embun penyejuk kedamaian masih engkau taburkan. Sedetik sebelum napasku melalui kerongkongan, sekejap sebelum nyawaku melayang di hempas pengharapan, sudikah Engkau menulis sebait puisi sebagai jawaban?

Seperti puisi ini yang telah usang, di tuliskan ketika riuh memancung kesunyian, ijinkanlah aksara ini mewakili perasaan.

Bagan batu, di bulan juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun