Di alam bawah sadar, di antara kerdipan mata dan denyut jantung, ada tertinggal kenangan untukmu. Â Sejumput kembang mawar merah telah tertanam, telaga berwarna ungu sulit ku bayangkan, ada jutaan ornamen kapal kertas berkerlip bintang.
Itu malamku, berbagi kisah dengan rembulan, menceritakan tentang kekejaman rindu tega memancung. Hatiku, jiwaku, membawa terbang asa yang dulu pernah terjaga di antara kita.
Kinanti, tersadarku terantuk kelembutan hatimu, menjuntai memanggil dalam sepi  membunuh beku. Betapa ingin mengulang kisah lama kembali baru, agar tak tenggelam penyesalan menyesakan kalbu.
Kinanti, kan ku urai satu persatu hayalku, kan ku bentangkan kenangan manis tentangmu. Tentang setiamu, tentang harapanmu, tentang segala hal yang membuat hatiku luruh, mencukupkan nyalimu untuk menunggu sekian waktu, padahal diriku tengah di amuk ambigu.
Engkau terlalu agung untuk tertipu.
Engkau terlalu suci untuk tersakiti.
 Engkau terlalu mulia untuk mengecap segala perih.
Engkau terlalu halus musti tercabik pahitnya janji.
Dalam kepedihan engkau masih memegang janji, membiarkan rasa nyeri menjalar menggerogoti hati, memasrahkan segenap setia walau membakar diri, merobek hingga berdarah ulu hati, membakar dan menghanguskan dengan jilatan panas melebihi merapi.
Kinanti, dalam malam yang mendekati fajar semburat putih, terjagaku oleh janjiku dan janjimu yang pernah ku nodai. Malamku tersandera oleh penyesalan, ragaku tertinggal  di kesunyian, sedang jiwaku tengah mengetuk pintu maafmu, mengharap engkau mendengarku dari alam nirwanamu.
Kinanti, harus ku akui, aku telah mengingkari janji.