Kosong. Merasa sendirian di belantara suara yang bekejaran, berdiri dan duduk  mematung waktu hingga mendekati akhir. Hening, sunyi, lengang, entah apalagi. Hanya zikir semesta terdengar syahdu, sayup-sayup saling bersahutan dalam kekhusyuan yang terjalin rapi. Di hati dan perasaan.
Di kedalaman samudera hati yang tak bertepi, di atas pemahaman hakiki yang luasnya hampir menyentuh dinding surgawi, di tengah-tengah antara naluri insani yang bergejolak tiada henti, aku tafakur dalam lorong samudera sunyi yang benar-benar sepi. Tak berdentang kecuali menyentuh hati, tak berdetak selain tarikan nafas mengalir dalam bahasa ruhani.
Pelan, sangat pelan, bahkan teramat pelan. Butiran dosa hendak di larutkan, dalam balutan cahaya yang menyilaukan, di hantarkan ke ruang pembakaran yang melebihi panasnya tumbukan bintang.Â
Dada terkoyak oleh penyesalan, air mata bergemuruh dalam derajat yang sulit di ungkapkan, setiap rongga jiwa mengumpulkan catatan kebajikan dan kemaksiatan. Ini wujud asliku tanpa kepalsuan, tumpukan dosa yang tingginya menjulang melampaui  gugusan bintang.
Ampunan sejengkal lagi, teramat sulit hendak di raih, teramat pahit bila di kaji. Tersebab keadaan diri tercebur kembali dalam kubangan lumpur duniawi.
Bagan batu mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H