Na, apa kabarnu di kampung halaman? Ku lihat dalam mimpi semalam, wajahmu murung di rundung kedukaan. Senyum manis yang dulu sering menyaingi lembayung senja, kini musnah tiada tersisa. Tawa ceria ketika kita berdua berlarian di pematang sawah, entah kemana perginya dari wajah manis seorang kembang desa.
Na, Abang tak pulang lebaran ini. Engkau pasti telah mendengar berita di televisi, corona telah membangun benteng di selat malaka, meninggikan ombak di samudera Hindia, Â mendatangkan badai bercampur kilat di merata angkasa. Abang telah coba segala cara, sampai tercabik-cabik tubuh di mangsa serigala, berdarah-darah terkena ranjau berwujud wabah.
Janganlah engkau bermuram durja, murungmu di sana berarti gelisahku di sini. Tangismu akan mengguncang dadaku, air matamu bisa membunuh denyut jantungku.
Na, besok lebaran. Datanglah ke makam  ayah dan bunda, bersihkan pusara orang-orang mulia yang telah membesarkan kita, panjatkan doa agar Tuhan mengampuni segala salah.
Na, sampikan salamku kepada mereka. "Mak, Bapak. Anak lelakimu tak pulang, bukan karena rindu telah hilang, bukan karena cinta telah terbuang, tapi karena keadaan yang tak memungkinkan.
Na, maafkan abang. Datanglah ke bank untuk mencairkan transferan, sedikit simpanan yang abang punya, walau mungkin tak sebanyak kiriman sebelum corona mendera. Maaf abang tak mampu membelikanmu baju lebaran bermotif emas berbahan kain sutera, padahal itu janji abang sejak lama..
Na, selamat lebaran sendirian. Jangan lupa engkau santuni uwak dan mak cik di sebelah rumah. Abang akan pulang begitu corona mereda.
Bagan batu satu hari sebelum lebaran 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H