Untukmu!
Mulai membatu di bujuk ambigu, berubah prasasti berdiri tegak di wilayah abu-abu. Siang malam memegang tongkat menakut-nakuti, jerit tangis di telapak kaki bagai ilusi. Fatamorgana dalam bingkai emas suasa, lukisan miring penuh prasangka pada siapa saja.
Bicaralah!
Kata-kata tergeletak di atas meja, draf penuh perintah berdesakan bersimbah air mata. Bicaralah dengan bahasa sederhana, mengaumlah bagai singa memenangi laga.pijak-pijak yang ingin membangkang, tapi jangan sumpal mulut dengan gertakan, jangan hilangkan suara dengan nyanyian sumbang.
Biarlah!
"Tuan kritik aku" pintamu kepada dewa. Tidak binasa karena kritik, takkan terjungkal karena kritik. Begitu sumpahmu kepada gunung, begitu janjimu kepada laut. di saksikan waktu mencatat air ludahmu, di hitung tiap jengkal jejak yang tertinggal.
Terserah!
Dulu aku menyokongmu. Dengan suara dan logika, dengan dana ku simpan di bawah bantal, dengan keringat dan air mata. Dulu. Mungkin telah hilang dalam ingatanmu, mungkin telah terkubur seiring waktu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H