Aku percaya kepada apa kata para orang bijaksana, menukilkan kalimat penuh makna di setiap membasahi lidah, melangkah dan menyapa dengan rasa di dada. para waskita tanpa senjata yang menusuk dada, tanpa racun membunuh yang mengotori jiwa. Seperti embun di pangkuan fajar, laksana kelopak mawar di taman kesempurnaan
Aku merasa tengah bercermin di atas bianglala. mencocokan  iris mata dengan fatamorgana, meletakan otak kanan tak menyalahi kedudukan. Seribu bayangan tercipta dari satu kejadian, seribu aib dan salah melatari penyesalan. Setelah mematut lagak diri tentang kesombongan, mengerdilkan kebajikan meninggikan kealfaan
Malam di saat rembulan tersesat dari peredaran, kuku tajam seakan merobek kesadaran sebagai makhluk tuhan. Mengabaikan seruan adalah kebiasaan yang membanggakan, mencipta panasnya neraka masih di anggap sebagai kemuliaan. Ini kedunguan yang terus berulang, menutup pencerahan yang senantiasa mengiringi perubahan zaman
Yakinku rembulan kan menangis malam ini, tersebab jalan pulang telah ia kunci sejak ia membenci
Bagan batu, sambil menanti rembulan kembali lagi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI