Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Bersama Hujan Bulan Februari

4 Februari 2020   06:38 Diperbarui: 4 Februari 2020   11:20 1127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersama rintik hujan bulan pebruari, aku datang mengunjungimu di lorong sunyi bangunan mimpi, memanggul gulungan rindu yang mulai menua di hempas zaman, menyeret dengan langkah tertatih jejak kenangan yang tiada berbentuk lagi. Tercabik- cabik batu padas penantian, merintih terhujam ranting-ranting tajam rasa kesepian, bahkan tubuhku hampir rapuh di telan jauhnya perjalanan

Aku datang tepat sebelum engkau menyeka air mata yang menyiksa. Lebih sewindu penantian ini engkau pelihara, garis-garis membentuk jeruji penjara membelenggu jiwa.  Engkau panjatkan pinta pada penguasa hati, engkau sulamkan permadani  mesra di setiap mimpi. 

Kini aku telah menjelma di hadapan rasa ingin memiliki, menawarkan kepadamu telaga biru tempat dua rasa kita kelak akan menyatu. Selamanya, seperti inginmu tetap lelap dalam dekapan cinta dan rindu yang utuh

Dalam kelebat senja tempat segala gunda engkau tumpahkan, semburat warna jingga membentuk siluet indah di langit selatan, aku mengajakmu menyusuri jalan penuh bunga menuju kaki cakrawala, menghirup aroma bahagia anugera sang pencipta. Tanpa duka, tanpa air mata. Tiada hati tersiksa, tiada jiwa yang merana di sandera gelisah

Datangku untuk hatimu, hadirku menggenapi rasa rindumu. Seperti janji yang terikrar di puncak merapi, seperti sumpah yang mengatas namakan sang penguasa alam semesta, nyataku bersama rintik hujan di bulan pebruari

Bagan batu, di kesempatan menemuimu

Catatan:

Terkhusus untuk semua sahabat di Kompasiana, mohon maaf karena kesibukan membuat sulit bertegur sapa dan melakukan kunjungan. Padahal rindu itu hampir menewaskan perasaan dan jiwa.

Salam hormat selalu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun