Setiap kita membicarakan tentang partai politik bernama partai demokrasi indonesia perjuangan(PDI-P),maka mau tidak mau,suka tidak suka, nama ibu Megawati pasti akan ikut di bahas. Begitu pula sebaliknya, bila menyebut nama ibu Megawati, maka yang paling pertama muncul perananya adalah sebagai Ketua Umum PDI-P.
Sebagai partai besar dengan torehan sejarah yang penuh dengan perjuangan yang penuh tetes darah dan air mata di awal-awal berdirinya, PDI-P kini menjelma sebagai kekuatan utama politik di Indonesia.
Siapa sangka bila partai yang dulu di "kuyo-kuyo" oleh penguasa orde baru ini, bisa tumbuh dengan cepat menjadi kekuatan politik utama di negeri ini.
Tentu ini semua tidak terlepas dari militansi para kader di PDI-P sendiri, dan tentunya juga pengaruh kuat dari seorang Megawati soekarno Putri. dari rentetan panjang perjalanan partai, nama megawati seakan sudah menyatu dengan PDI-P.
Sebagai anak biologis dan anak ideologis sang proklamator sekaligus presiden pertama Ri,soekarno.ibu Megawati memang memiliki bekal dan kekuatan yang luar biasa dalam kiprahnya sebagai seorang politikus ulung dalam menggerakan roda partai politik di percaturan politik nasional
PDI-P dan regenerasi kepimpinan partai
Setidaknya, partai sebagai rumah untuk pengkaderan ide dan gagasan,tempat pengkaderan nilai-nilai ideologi bagi para kadernya,bisa menunjukan terlebih dahulu tentang adanya regenerasi dari kader-kader senior ke kader muda yang secara ideologi dan gagasan memang punya kapasitas untuk meneruskan garis perjuangan partai
Kongres ke 5 PDIP di Bali (8-11 agustus 2019) setidaknya menjadi indikasi bahwa di PDI-P ada kemandegkan regenerasi dari kader senior ke kader muda potensial.
menyimak pernyataan dari wasekjen PDI-P Ahmad Basarah, bahwa kongres ke 5 di bali nanti adalah ajang untuk menetapkan ibu Mega menjadi ketua umum PDI-P kembali
Ketergantungan pada satu figur ,kehawatiran akan keutuhan partai pada satu tokoh sentral, kebutuhan pada seorang tokoh yang di percaya bisa menjadi perekat dari sekian banyak kepentingan dan kekuatan di internal partai, seakan-akan partai politik di Indonesia belum mampu menyesuaikan diri dengan alam politik modern.