Bagi yang tinggal dan hidup di daerah Riau,hamparan kebun kelapa sawit sejauh mata memandang adalah hal biasa.kemanapun melangkah,pemandangan  hijaunya pelepah daun kelapa sawit adalah fanorama alam buatan manusia
Buah kelapa sawit adalah sumber penghidupan bagi sebahagian besar masyarakat di provinsi Riau.apa yang terjadi dengan pohon dan buah kelapa sawit,maka otomatis berpengaruh kepada kehidupan masyarakat.
Harga tandan buah segar (TBS) yang turun naik

Masih beruntung bagi petani kelapa sawit yang punya lahan di atas 10 hektar keatas.harga turun mungkin masih bisa sedikit bernapas dengan hasil kebun yang menghasilkan sekian ton sekali panen.itupun harus pandai-pandai mengatur keuangan,bila tidak,bisa-bisa lebih besar pasak daripada tiang.
Dan bagi petani kelapa sawit yang punya hanya satu hektar,dua atau tiga hektar,harga yang naik turun tidak menentu,apalagi harga sawit betah bertahan di bawah 1000 rupiah per kilogram,ini ibarat langit kelam yang menutupi kehidupan.

Tentu banyak hal yang membuat harga jual buah kelapa sawit turun dalam waktu yang lama.adanya boikot dari negara-negara barat yang selama ini jadi pembeli terbesar minyak kelapa sawit dari Indonesia,juga masih sulitnya inspratruktur jalan terutama di daerah-daerah pedalaman.ini membuat biaya transportasi menjadi tinggi,dan ujung-ujungnya di bebankan kepada petani sawit dari harga setiap kilogramnya

Selama ini yang terjadi adalah,hasil buah kelapa sawit milik warga di beli oleh pengumpul atau toke,kemudian di kumpulkan di ram,barulah di jual ke pabrik pengolahan minyak kelapa sawit.petani bergantung kepada pengumpul,pengumpul bisa menetapkan harga sesuai dengan kehendaknya.
Buruknya jalan di daerah pedalaman yang jauh dari PMKS,di jadikan alasan utama oleh pengumpul untuk memainkan harga.coba seandainya di setiap daerah ada koperasi yang aktif,kemudian punya armada pengangkut yang bisa menjual langsung hasil panen anggotanya,maka tanpa perantara pasti harga lebih tinggi dan menguntungkan.