Di puncak keheningan yang menyelimuti alam, kata dan kalimat terdiam dalam keinginan, sanubari terpatri di kesucian diri. Hakikat mengikat makna kehidupan yang sebenarnya, di kedalaman jiwa, di samuderanya kesadaran yang membunca, titik-titik terang terasa sejuk menyelimuti
Bergetar kalbu mengucapkan keagungan, mengalir deras darah membongkar sekat yang kelam. Bergetar semakin keras dada mendidih oleh penyesalan diri, terisak tangis mengiringi, tertumpah air mata bersama gumpalan dosa. Pecah, rekah, bahkan kepingan-kepingan sesal menggenangi lantai hati
Ucapan tak lagi terdengar, mata terpejam jutaan bayangan berkelebat cepat, kadang hitamnya dosa berontak dari tahtah, berputar liar menyamarkan kedengkian dan kebencian. Sekejap, pedang kesadaran menebas keras, memenggal pekatnya selubung hati yang hitam berkarat
Tubuh tak mampu lagi menyokong waktu, jasad tertinggal ruhani melesat mencapai ketinggian. Dalam kesyahduan kesadaran, dalam hening yang menyejukan, aku bersimpuh memasrahkan seluruh perjalanan kehidupan. Yang fana akhirnya hilang, yang tiada kembali menemui asalnya, hanya titik-titik kecil kesadaran yang tertinggal, tapi terangnya lebih menyilaukan dari jutaan sumber cahaya
Bagan batu 13 juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H