Dari balik tirai jendela yang tersingkap setengahnya, engkau menatap iri bunga dan kupu-kupu yang bercumbu. Seakan tawa ceria bunga adalah malapetaka, tarian indah kupu-kupu adalah palsu. Itu hanya perasaanmu, itu hanya kata hatimu yang meragu
Matamu meng isyaratkan sejuta duka, dua titik air mata bak alunan pedih yang mengoyak rasa. Semua yang indah tlah musnah, semua yang berharga tlah ternoda. Mulut terkatup seakan enggan berkata-kata, hati menjerit seakan magma yang mendidih membakar diri
Engkau hanya tersenyum pada lantai-lantai kamar, yang setia jadi pijakan ketika bahagia atau sengsara. Engkau hanya berkata-kata kepada langit malam, ada dan tiada rembulan tetap setia pada kelam. Merekalah yang tetap setia, merekalah kawan abdi tatkala gunda
Angin berbisik tak engkau hiraukan, bintang berdendang tak lagi engkau  pujikan. Hanya satu penyesalan diri, hanya satu yang benar-benar di benci, kenangan indah yang segera berubah jadi derita, rasa setia yang sekejap berubah prahara,duka tlah menggelayuti wajah cantiknya, sambil berharap pada keajaiban alam semesta
Bagan batu 11 juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H