Agak malas sebenarnya membahas sosok yang satu ini,bukan apa-apa tapi karena sepak terjangnya memang sering bikin mulas perut.terlalu licik dan licin, tapi bukan belut.
Kita masih ingat bagaiman drama yang terjadi ketika KPK mengungkap kasus E-KTP yang menyeret nama besar Setya Novanto.
Berkelit, penuh trik-trik untuk menghindar dari jerat hukum,itulah gambaran manyan ketua DPR ini. Terlalu licik dan licin, tapi bukan belut.
Tapi tak perlu kita mengulik kembali kisah itu, hanya akan membuatnya merasa besar bak selebritis. Ada kabar yang mencengangkan ketika Setya Novanto kepergok sedang plesiran di sebuah toko bangunan di daerah Padalarang-kabupaten Bandung. Napi koq di toko bangunan, nggak nyambung.
Artikel ini juga tidak akan mengulik mau ngapain seorang narapidana yang seharusnya mendekam di lapas Sukamiskin bisa bekeliaran di sana, apalagi hendak meng obrak-abrik kwetansi belanjaanya, nggak ngurus, nggak penting.
Yang terasa tercabik-cabik itu rasa keadilan kita, narapidana(siapapun dia) koq bisa-bisanya menemani istri belanja. Mana keadilan itu? mana tanggung jawab para petugas yang punya kewenangan menanganinya?
Rasa-rasanya koq nggak adil bagi semua.dan lebih terasa jomplang keadilan itu, bila nanti yang di salahkan hanya pegawai rendahan sebagai pengawal yang harus menanggung semua beban .mana tanggung jawab pemimpin di kemenkumham sebagai pengayom dan pembimbing serta penanggung jawab masalah ini?
Kejadian seperti ini betul-betul bisa menurunkan kepercayaan publik pada keseriusan dan kesungguhan para petugas dan pimpinan lembaga pemasyarakatan, dan kementrian yang seharusnya mampu menegakan hukum dan peraturan.
Setya novanto memang licik, tapi bukan belut. Bila tidak ada yang tergiur dengan akal bulusnya,pasti dia akan membeku di tahanan.tapi bila akal licik bertemu dengan lemahnya iman, tak mampu tahan godaan materi,yang terjadi ya seperti ini. Narapidana koq keluyuran ke toko bangunan.Â
Salam Indonesia raya