Sepanjang jalan yang pernah kita lalui, melintasi padang sunyi dengan hamparan puisi yang tak berbunyi, mengarungi lembah landai dengan aneka irama rerumputan yang berbisik. Senyumu slalu menawan, tawamu kerap terdengar. Meski kadang jalan licin sering menciutkan nyali
Tak pernah ada derai air mata di sana, walau lelah dan derita adalah selimut setia, engkau melangkah dengan memapah cinta, bertongkatkan setia sebagai tonggaknya. Begitu seiramanya kita, hingga ketika bulan hendak berdendang, bintang di langit hendak berhayal, Â mereka pasti bermohon ijin pada keagungan cinta
Kini titik terjauh telah berlalu, cahaya kunang-kunang sering menunjukan arah. Kita masih bergandengan tangan, seakan kehilangan adalah prahara yang paling menyakitkan. Kita percaya, di balik genangan derita pasti ada telaga bahagia, di sebalik gelap yang sering membingungkan, ada terang yang menenangkan.
Ujung perjalanan mungkin masih jauh, dengan hadirmu di sisihku, jarak tempu hanya permainan waktu. Bahkan ketika gerimis menyanyikan lagu derita, engkau dan aku tetap melangkah bersama. Selamanya
Bagan batu 13 juni 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H