Demi harga diri, seseorang relah menyabung nyawa karena harga diri merasa di nodai, ikatan persaudaraan yang bertahun tahun tanpa masalah,tanpa ada riak gelombang, tiba tiba berubah menjadi perang saudara.
Sebejat bejatnya manusia, bila harga diri merasa tersakiti, pasti akan bereaksi. Harga diri sudah jadi harga mati, tak peduli salah atau benar, harga diri seseorang tak ingin dinodai.
Berapakah harganya kini?Â
Di zaman canggih serba moderen ini, harga diri ternyata sudah berubah arti seperti nilai rupiah yang kadang naik-kadang turun tak pasti, harga diri ternyata ikut terfluktuasi.
Lihat seorang petugas penyapu jalan, bekerja sejak pagi tatkala dingin membuai mimpi. Datang orang kaya bermobil mercy, membuang sampah dari celah kaca jendela. Apakah bila petugas kebersihan marah karena merasa harga diri dianiaya, si orang kaya merasa harga diri si petugas seharga sampah?
Bagaimana bila seseorang melacurkan diri hanya demi beberapa lembar uang seratus ribuan, apakah si hidung belang merasa pelacur itu harga dirinya seharga uang kertas yang ia hamburkan?
Atau yang paling aktual, para pelaku korupsi di negeri ini, mencuri uang rakyat berpeti peti. Ketika berpidato berapi api, mengaku mencintai negeri, risaukan rakyat penuh empati ,ketika terbukti melakukan korupsi, di depan kamera wajahnya tetap berseri seri.
Apakah pelaku korupsi merasa dan menilai tinggi harga diri sendiri? Merasa lebih mulia dari petugas kebersihan yang bekerja sejak jam  lima pagi? ternyata harga diri di zaman canggih, sudah bisa di manifulasi arti.
Apa itu harga diri?
Harga diri adalah kesadaran individu manusia, ketika ia mampu menyadari hakikat diri sendiri (mohon dikoreksi) kesadaran sebagai manusia yang diciptakan tuhan dengan di bekali budi pekerti.
Dengan budi pekerti itu, ia mampu menggali potensi diri untuk senantiasa berpikir,berkata dan berbuat sesuai budi pekerti yang ujungnya adalah kesadaran diri untuk selalu menghargai potensi diri dengan kesadaran yang sejati.