Beberapa pekan terakhir, ramai saya melihat orang-orang membahas tentang jodoh dan pernikahan. Namun jauh sebelum itu, saya sudah sering bercerita dan berbagi dengan beberapa teman dan keluarga tentang pengalaman pernikahan mereka. Pernikahan yang Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah (SaMaRa) adalah pernikahan yang dilandasi keikhlasan dan diwarnai kebahagiaan, kata mereka. Di kesempatan ini, saya mencoba menuangkannya dalam bentuk tulisan.
1. Menikah adalah penyempurna separuh ke-Islam-an seorang muslim. Pada dalil lain menikah juga disebut sebagai penyempurna separuh keimanan seseorang. Orang yang melakukan pernikahan artinya memerhatikan salah satu dari dua hal dalam aspek penegakan agama, yaitu perut dan kemaluan. Artinya dengan menikah, seseorang bisa menghindari perbuatan yang dapat merusak agamanya lewat kemaluannya.
2. Menikah membuat yang haram menjadi halal, bahkan menjadi ibadah dan sedekah antara suami dan istri. Hubungan badan antara dua orang yang tanpa melalui pernikahan adalah bersifat zina dan hukumnya haram. Sehingga dengan pernikahan hal itu menjadi halal. Sudah barang tentu bila perbuatan yang halal dikerjakan, maka akan bernilai ibadah. Hal itu juga bisa bersifat sedekah dari suami ke istri dan dari istri ke suami sehingga menjadi pahala bagi keduanya.
3. Menikah menyatukan dua keluarga, memperluas silaturahmi, mempererat muamalah, dan menumbuhkan cinta kasih dengan orang lain. Ada orang yang menikah dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya (bukan keluarga) dan ada yang menikahi dari keluarganya sendiri (keluarga jauh dan bukan mahram). Ini tetap dinilai sebagai penyatuan dua keluarga, sehingga memperkuat hubungan silaturahmi dan muamalah antara kedua keluarga tersebut. Dengan penyatuan keluarga, cinta kasih antar sesama keluarga pun bisa ikut tumbuh.
4. Pernikahan dilandaskan pada empat syarat utama: Agama, Keindahan fisik (cantik atau tampan), Nasab (keturunan), dan Harta. Empat faktor ini tidak mesti terpenuhi semuanya bila memilih calon pasangan. Bahkan di zaman saat ini, anjuran tersebut kadang ditambahkan faktor ke lima, yaitu ilmu (kemampuan). Seseorang tentu tidak ingin menikah dengan orang yang tidak tahu mengurus keluarganya nanti. Adapun syarat-syarat tertentu yang berasal dari adat budaya suatu daerah, itu hanya tambahan, yang tidak semestinya menjadi pemberat untuk melangsungkan pernikahan, bahkan sampai membatalkan. Seperti uang pannaik' (sejumlah uang yang harus diberikan calon suami ke keluarga calon istri sesaat setelah pelamaran), kepercayaan adanya ketidakcocokan anak pertama dengan anak kedua, atau aturan-aturan adat yang lain.
5. Pernikahan kadang sering terkendala berbagai alasan pribadi, seperti belum siap berumahtangga, belum selesai sekolah, belum balas jasa kedua orangtua, belum mapan atau sukses, dan lain-lain. Alasan-alasan ini memang benar pada kondisi tertentu, namun kadang alasan-alasan itu hanya akan menjadi hambatan rezeki jodoh datang kepada seseorang. Kita tidak tahu, saat kita menolak pernikahan karena alasan itu, entah kapan kesempatan menikah akan kembali datang kepada kita.
6. Pernikahan bukanlah sebuah perlombaan, siapa yang cepat dia yang menang. Namun pernikahan sebaiknya disegerakan. Apabila seseorang (laki-laki) telah datang melamar seseorang (perempuan) maka sebaiknya diterima, dengan tetap mempertimbangkan empat faktor utama yang disebut di atas. Menyegerakan menikah bisa juga berarti berusaha menghindari perbuatan zina, misalnya antara dua orang berpacaran yang tidak akan merasa cocok menikah bila tidak didahului dengan hubungan pacaran. Karena seringkali 'yang dipacari belum tentu yang dinikahi'; atau, 'lebih baik tidak sempat pacaran tapi jadi menikah daripada sempat pacaran tapi tidak jadi menikah'.
7. Bagi perempuan, menurut saya, faktor utama dalam memilih calon suami adalah dengan mempertimbangkan faktor Agama terlebih dahulu, karena kelak perempuan ini membutuhkan seorang imam yang akan membimbing agamanya (keIslaman), bukan sekedar mencari suami yang hanya memberi mahar seperangkat alat sholat, namun tidak digunakan.
8. Sedang bagi laki-laki, menurut saya, faktor utama dalam memilih calon istri adalah dengan mempertimbangkan faktor Fisik (kecantikan). Faktor ini memang tidak mutlak sebagai faktor utama, tapi hampir semua laki-laki akan lebih mudah tergoda dengan kecantikan perempuan, sehingga dia membutuhkan seorang istri cantik yang menyenangkan hati (qurrata ayni).
9. Sebagian orang menilai pernikahan dari perjodohan (orangtua) adalah semacam petaka bagi orang yang dijodohkan, karena kadang jodohnya adalah orang yang tidak dikenal atau karena perjodohan itu dia harus memutuskan hubungan pacarannya. Sehingga dengan perjodohan mendatangkan sakit hati dan sikap pasrah. Di satu sisi, menolak perjodohan bisa berarti menolak petaka 'sakit hati', namun di sisi lain menolak pernikahan dari perjodohan akan mendatangkan petaka bagi dirinya atau orangtuanya. Wallahu 'alam.
10. Pernikahan adalah kunci rezeki. Pernikahan tidak mestinya menunggu sampai sukses, atau dengan parameter kaya harta dan karir pekerjaan. Allah sendiri menjamin hamba-Nya yang menikah akan dimudahkan rezekinya. Pasalnya, dengan menikah seseorang tidak lagi berdoa dan berusaha untuk mencari rezeki sendirian. Di dalam pernikahan, ada doa dan usaha orangtua kandung dan mertua, juga doa dan usaha dari suami atau istri yang menyertai.