Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi pusat perhatian publik setelah putusannya yang kontroversial terkait Pilkada 2024. Putusan ini muncul setelah sebelumnya MK mengeluarkan aturan baru yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah, di mana jumlah suara minimum yang dibutuhkan untuk partai politik atau koalisi partai untuk mencalonkan kepala daerah diturunkan. Hal ini memberikan peluang lebih besar bagi partai kecil untuk ikut serta dalam Pilkada 2024.Â
Keputusan ini sempat memicu reaksi keras dari DPR, yang langsung merespon dengan mencoba merevisi Undang Undang Pilkada agar syarat pencalonan tetap seperti aturan lama, yaitu ambang batas 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi suara sah. Namun, revisi ini berakhir dengan kegagalan setelah rapat paripurna DPR pada 22 Agustus 2024 'dibatalkan' karena tidak mencapai kuorum. Hal ini membuat revisi UU Pilkada batal dan secara otomatis mengesahkan putusan MK sebagai dasar hukum dalam Pilkada mendatang.
Kegagalan DPR dalam merevisi UU Pilkada ini menuai pro dan kontra. Di satu sisi, keputusan ini dipandang sebagai kemenangan bagi partai-partai kecil yang selama ini kesulitan memenuhi syarat pencalonan kepala daerah. Di sisi lain, banyak pihak mengkhawatirkan dampak dari putusan MK ini terhadap stabilitas politik dan kualitas demokrasi, mengingat adanya potensi fragmentasi politik yang lebih besar dengan bertambahnya jumlah kandidat yang bersaing.
Di tengah situasi yang semakin memanas, mantan calon presiden Anies Baswedan menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi demokrasi Indonesia. Ia menekankan bahwa masa depan demokrasi Indonesia sedang berada di persimpangan yang krusial, di mana keputusan yang diambil oleh DPR sangat menentukan nasib bangsa ke depan. Pernyataan Anies ini menggema di media sosial, dengan banyak netizen yang membagikan gambar simbol "Peringatan Darurat" sebagai bentuk protes terhadap situasi politik yang terjadi.
Secara keseluruhan, Putusan MK adalah tafsir resmi setingkat Undang Undang. Tentu, dalam berpolitik menjadi hal wajar untuk mendapat bagian dalam kekuasaan dan itu memang bagian dari tujuan kita membangun negara merdeka. Tetapi perlu disadari, masih terdapat prinsip demokrasi dan konstitusi yang mengatur permainan 'politik' dalam setiap prosesnya. Bagi masa depan Indonesia tentu berbahaya jika melakukan konspirasi dengan menang-menangan jumlah kekuatan yang berkedok demokrasi. Putusan MK ini menjadi sorotan publik karena tidak hanya mempengaruhi jalannya Pilkada 2024, tetapi juga memperlihatkan adanya ketegangan antara lembaga yudikatif dan legislatif dalam menentukan arah demokrasi di Indonesia yang tidak manipulatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H