Sungguh ironis, di tengah ngototnya sebagian besar anggota (fraksi) DPR untuk meloloskan usulan dana aspirasi senilai Rp 20 milyar per anggota kita dikejutkan oleh tragedi jatuhnya pesawat Hercules A-1310 tipe C-130 di Medan (Selasa, 30/6/2015). Disebut ironis karena dua kejadian tersebut sangat mengusik nurani kita sebagai anak bangsa.
Usulan dana aspirasi, yang demi eufimisme lantas disebut Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP), menggambarkan tingginya libido politik para politisi di Senayan tersebut. Saking tingginya libido tersebut mereka bahkan ingin mencapai klimaks di fore play. Mereka tampaknya sadar betul bahwa cara terbaik membangun citra demi mempertahankan elektabilitas mereka di pemilu mendatang adalah dengan menjadi ‘sinterklas’ di daerah pemilihan (dapil).
Upaya meloloskan UP2DP itu, apa pun alasan logisnya, tidak akan mendapat sambutan positif rakyat. Sebab,  sebodoh-bodohnya rakyat, akal sehat mereka tidak akan bisa mempercayai bahwa dana sebesar itu akan benar benar tersalur untuk pembangunan. Sebab, bukan rahasia lagi bahwa apa yang  dimaksud dengan proposal (aspirasi) masyarakat di dapil itu seringkali hanyalah proposal tanpa relasisasi, alias proyek fiktif. Kalau pun ada realisasinya biasanya biayanya digelembungkan dan pelaksananya adalah para kerabat/teman si anggota dewan itu sendiri.
Dari tragedi Hercules C-130 di Medan terungkap bahwa pesawat tersebut adalah pesawat yang sudah uzur berusia lebih setengah abad. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem pertahanan negeri ini masih mengandalkan alutsista rongsokan. Tidak salah jika ada joke (sindiran) dari pihak negara jiran bahwa pesawat tempur Indonesia tidak perlu ditembak karena dia akan jatuh dengan sendirinya. Kapal Indonesia juga tidak perlu ditembak, karena dia akan tenggelam dengan sendirinya.
Pertanyaannya, apakah nurani para anggota DPR yang ngotot ingin mendapat dana aspirasi Rp 20 M itu terusik oleh tragedi jatuhnya Hercules di Medan yang menewaskan puluhan prajurit TNI itu? Terpikirkah oleh para politisi terhormat itu bahwa jika usulan mereka lolos maka total uang negara yang bakal  mereka gunakan untuk kepentingan politik akan mencapai Rp 11,1 trilyun per tahun, atau >Rp 55 T dalam 5 tahun jabatan mereka. Pernahkan mereka berhitung bahwa jika uang sebanyak itu digunakan untuk membeli alutsista akan berapa banyak peralatan yang akan dimiliki TNI?
Pernahkan mereka merasa bahwa harga diri dan wibawa bangsa ini salah satunya ditentukan oleh kekuatan sistem pertahanan, yang di dalamnya termasuk kecanggihan alutsista?
Jika para wakil rakyat yang mulia itu memang aspiratif terhadap persoalan  bangsa maka mereka semestinya malu membuka mulut untuk tetap ngotot meminta dana UP2DP. Yang seharusnya mereka perjuangkan adalah bagaimana mewujudkan pembangunan infra- dan suprastruktur di seluruh wilayah NKRI secara merata agar kemiskinan yang menggerogoti bangsa ini segera sirna.
Sebagai anggota DPR-RI mereka seharusnya berpikir untuk kepentingan nasional, bukan justru, mengutamakan daerah pemilihannya sendiri yang secara kasat mata sangat mudah dibaca untuk kepentingan diri atau golongannya sendiri. Modernisasi dan penambahan jumlah alutsista mutlak diperlukan. Tanpa itu sistem pertahanan kita akan lemah. Ketika bagsa lain tahu bahwa sistem pertahanan kita lemah tak akan ada negara tetangga/shabat yang akan segan atau gentar dengan bangsa kita.
Semoga saja tagedi Hercules C-130 ini dapat membuka mata dan hati para poltisi dan pemimpin negeri ini bahwa alutsista yang kita miliki lebih mendesak dipikirkan ketimbang tuntutan para politisi karbitan untuk mempertahankan kursinya di Senayan.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H