Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Humor

Mengapa Negeri Atheist Lebih Makmur?

30 Januari 2012   16:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:16 3782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Tertarik dengan data hasil survey Zuckerman (2005) tentang sebaran dan populasi atheist di dunia yang baru saja saya baca di salah satu situs internet, mendorong saya untuk mendiskusikannya dengan teman-teman yang biasa mangkal di pangkalan ojek di perempatan jalan masuk ke permukiman kami.

“Heran juga ya, kenapa kehidupan di negeri kita yang boleh dibilang hampir seluruh rakyatnya beragama ini terus-menerus terpuruk. Kemiskinan kian meluas, pendidikan memprihatinkan, keadilan hukum semakin timpang, kerusuhan nyaris terjadi setiap hari. Sementara di negeri-negeri yang masyarakatnyabangga mengaku atheis seperti Swedia, Denmark, dan Jepang lebih maju, lebih teratur, lebih makmur, dan….” kata saya mencoba memaparkan hasil survey tersebut sebagai pembuka obrolan.

“Ha ha ha ha….” tiba-tiba Cak Surip—pengojek yang mengklaim dirinya spiritualis—terpingkal-pingkal dan langsung memotong kalimat saya.

“Ya iyalah, mana bisa masalah seperti itu dinalar dengan otak yang sudah dikotori teori, konsep-konsep, atau asumsi yang gak jelas macem otak sampeyan, Mas!” kata korban PHK akibat krisis 1998 itu setengah ngledek.

“Yang begituan itu cuma bisa di jelaskan dengan pengetahuan spiritual” tegas Cak Surip.

“Tahu mengapa negeri kita dengan ribuan rumah ibadah ini terpuruk, sementara Swedia, Denmark, dan Jepang yang malas mengakui keberadaan Tuhan itu justru lebih makmur dan teratur?” tanyanya kepada saya dan teman-teman lain.

Tanpa kami minta, Cak Surip langsung nyerocos memaparkan wangsit yang diperolehnya:

Tuhan ngambek

Di negeri Pancasila ini Tuhan mogok menjalankan fungsinya karena ngambek, jengah dengan ulah manusianya yang cenderung menganggap Tuhan tak ubahnya seperti anak kecil.

Bagaimana tidak merasa dianak kecilkan. Di sini Tuhan dipuji, disanjung, dan dipuja secara berlebihan tetapi tidak dipatuhi.

Di sini orang berlomba memuji Tuhan dengan beragam ritual harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan, tetapi ironisnya beragam kejahatan juga merajalela. Perkosaan, perampokan, pembunuhan, pemalakan, dan korupsi sama intensifnya dengan pujian, sanjungan, dan persembahan kepada Tuhan.

Yang lebih membuat Tuhan jengah adalah banyaknya orang di sini yang menggap dirinya lebih tahu daripada Tuhan sendiri tentang status mahkluk lain. Orang-orang ini kadang berani-beraninya memvonis orang-orang yang tidak sealiran dengannya sebagai manusia sampah neraka.

Padahal apa pun wujudnya makhluk biologis di bumi ini, ia hanya bisa hidup danberproses karena ada kuasa dan kasih Tuhan.

Karena ngambek maka Tuhan ogah berlabuh di hati dan otak manusia negeri ini. Karena otak dan hati tidak di huni oleh Tuhan maka jadilah perilaku masyarakatnya jauh dari sifat-sifat ketuhanan.

Mendengar penjelasannya yang cukup membuat kuping kami memerah karena merasa apa yang dikatakan Cak Surip ada benarnya, mendorong saya berkomentar “Lah kalo di negeri yang religius saja Tuhan ngambek, apa lagi di negeri para atheist itu, tho Cak!”

Merasa gayung bersambut, celotehannya mulai mendapat respons, Cak Surip pun melanjutkan kuliahnya:

Tuhan cari perhatian

Di Swedia, Denmark, dan Jepang populasi kaum atheist-nya tinggi, tetapi angka korupsinya sangat kecil nyaris mendekati nol, kehidupan masyarakatnya teratur penuh disiplin, ekonominya maju, rakyatnya makmur. Tahu, kenapa?

Di negeri-negeri atheis itu Tuhan jarang disebut apa lagi dipuji orang. Karena itu Tuhan sibuk mencari perhatian manusia. Untuk menarik simpati manusia itu maka Tuhan tidak segan-segan masuk ke hati dan otak manusia.

Karena Tuhan bersemayam di hati (meski tidak disadari secara biologis) manusia maka orang-orang di negeri itu lebih patuh pada aturan/hukum karena ada fungsi Tuhan di dalamnya.

Selanjutnya karena otaknya dihuni Tuhan maka mereka pun tumbuh cerdas dan kreatif, sebagaimana sejatinya sifat-sifat Tuhan. Dengan begitu, wajar jika negeri mereka (atheist)lebih teratur dan makmur.

Cuma bisa cengar-cengir

“Alaah, penjelasan sampeyan itu ngawur Cak!” protes saya. “Masa Tuhan berlaku paradox, di satu sisi sibuk cari perhatian tetapi di sisi lain ngambek akibat pujian berlebihan?”

“Lha kalo sampeyan bisa menjelaskannya, kenapa sampeyan mengeluh heran dengan paradox kehidupan manusia di negeri religius ini dengan kehidupan manusia di negeri atheis di awal obrolan kita ini?” tanya Cak Surip pada saya.

Di tanya begitu saya cuma bisa cengar – cengir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun