Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jokowi di Kongres PD: Boleh Dong, Saya Tampil Rapi!

13 Mei 2015   02:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:06 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah diisukan tidak dapat hadir karena kesibukannya sebagai kepala Negara,  Presiden Joko Widodo akhirnya datang dan membuka secara resmi Kongres Partai Demokrat (PD) di Surabaya, Selasa malam (12 Mei 2015). Tidak seperti kehadirannya di  Kongres PDIP di Bali beberapa waktu lalu, dimana Jokowi mengenakan kemeja merah seragam khas kader PDIP, di Kongres PD ini Jokowi mengenakan pakaian sipil lengkap, berjas warna gelap dengan dasi merah.

Saat memberikan kata sambutan di atas podium Jokowi membuat hadirin, termasuk SBY dan Bu Ani, terpingkal.  Apa pasal? Salah satunya soal mengapa dia tampil rapih dengan pakaian lengkap seperti itu.

"Saya sudah perkirakan, saya akan duduk di sebelah Pak SBY. Pak SBY kan tinggi besar, selalu berpakaian rapi. Kalau saya pakai baju putih, langsung... Jadi, boleh dong saya tampil rapih!”  Itulah kurng lebih kalimat presiden yang membuat disambut tawa dan tepuk tangan hadirin,  yang berhasil saya simak dari video berita yang disiarkan Metro TV beberapa jam setelah acara pembukaan tersebut.

Yang ingin saya ulas dalam tulisan ini bukan soal makna politis kehadiran Jokowi di Kongres PD itu, melainkan soal pakaian/busana pejabat. Apa pentingnya?

Pakaian yang dikenakan seseorang bisa  mencerminkan banyak hal tentang pemakainya. Pakaian bisa menggambarkan status sosial, bidang profesi, jenis pekerjaan, keyakinan spiritual, bahkan kepribadian seseorang.

Bagaimana dengan gaya/selera berpakaian Presiden Jokowi yang sehari-harinya lebih suka mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung? Orang boleh saja sinis dengan menilai bahwa itu hanya cara Jokowi mencitrakan diri sebagai pemimpin sederhana agar mendapat simpati rakyat.

Saya termasuk salah seorang yang tidak setuju dengan pendapat tersebut. Sebab, jika kita melihat pakaian dari fungsi pokoknya yaitu  sebagai pembalut/pengaman tubuh dari hal-hal yang bisa membahayakan maka jenis pakaian haruslah disesuaikan dengan kondisi lingkungan—iklim/ cuaca, jenis dan keadaan lngkungan kerja.

Di Eropa yang beriklim temperate, suhu udara hariannya (terlebih pada musim dingin) sangat rendah tetapi kelembabannya rendah. Di lingkungan seperti itu tentu pakaian tebal akan sangat berguna. Berguna sebagai isolator panas dan pencegah evaporasi air dari permukaan kulit. Karena itu wajar bila di Eropa,  mantel, jas dan jaket biasa digunakan dalam keseharian termasuk saat bekerja.

Di kawasan sekitar gurun dan padang pasir, udaranya keing dengan suhu udara pada siang hari bisa mencapai 40-an derajat Celsius tetapi pada malam hari bisa sangat rendah di bawah 10 derajat. Nah, seperti halnya di Eropa, pakaian harian yang nyaman dikenakan di negeri-negeri padang pasir, seperti negeri-negeri di Timur Tengah,  adalah pakaian tebal dan longgar. Pakaian tebal yang longgar akan menjadi pengurung udara sehingga menjadi isolator panas yang sangat baik dan penghambat evaporasi.

Bagaimana dengan negeri kita. Negeri kita beriklim tropis yang berkelembaban tinggi dengan suhu rerata harian (22-33 derajat) mendekati  suhu tubuh manusia (35-37 derajat). Selisih suhu siang dengan malam juga tidak terlalu ekstrem (< 10 derajat)  sehingga orang bisa tetap nyaman berpakaian tipis (kemeja atau T-shirt) di luar rumah pada siang dan malam hari.

Boleh jadi Jokowi melihat/memaknai  pakaian dari fungsi pokoknya itu. Ada pun soal modelnya, apakah batik atau kemeja, itu semata-mata penghargaan terhadap budaya yang disepakati.

Bagaimana dengan warna putih, favorit Jokowi. Benda putih adalah benda yang paling banyak memantulkan panas, sedangkan benda hitam adalah benda yang paling banyak menyerap panas. Jadi, saat berada di bawah terik matahari pakaian putih sangat nyaman di kenakan ketimbang pakaian yang berwarna apa pun.

Jika itu pertimbangan Jokowi, lepas dari apa pun kesan kultural yang ditimbulkannya, dengan lebih memilih kemeja putih untuk pakaian kerja dan batik untuk pakaian resepsi, maka Presiden Joko Widodo boleh disebut sebagai orang yang sangat rasional dan membumi dalam berbusana.

Teruslah seperti itu, Pak Presiden. Saya bangga dengan cara pandang Anda tentang busana.

Salam Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun