Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jokowi dan Prabowo Sama, Kurang Peduli Pendidikan

24 Mei 2014   02:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:10 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO)

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO)"][/caption]

Program pembangunan bidang pendidikan yang digagas dua pasangan calon presiden, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, menarik untuk diulas. Menarik, karena pendidikan adalah dasar bagi pembangunan peradaban sebuah bangsa. Melalui pendidikan sikap, kecerdasan, dan keterampilan manusia dibentuk. Gabungan sikap, kecerdasan, dan keterampilan itulah yang membentuk karakter seorang manusia.

Bila pemimpin sebuah bangsa tidak memiliki visi yang benar dan komitmen yang kuat terhadap arah dan bentuk karakter manusia yang pas bagi kemajuan bangsa yang dipimpinnya, pemimpin tersebut biasanya tidak terlalu peduli dengan pembangunan bidang pendidikan.

Bagaimana dengan dua pasang calon pemimpin bangsa kita saat ini, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta?Seberapa tajam visi dan seberapa kuat komitmen keduanya dalam bidang pendidikan? Untuk menjawabnya baiklah kita simak garis besar program pendidikan kedua pasangan capres/cawapres tersebut yang dikutip dari laporan Yudho Raharjo di Viva News, Rabu (21/5/2014).

Program Jokowi-JK

1.Wajib belajar 12 tahun, bebas dari semua biaya dan pungutan;

2.Jaminan hidup memadai bagi guru di daerah terpencil;

3.Tunjangan fungsional yang memadai bagi guru;

4.Asuransi keselamatan kerja bagi guru;

5.Menyediakan fasilitas memadai untuk pengembangan ilmu, kepangkatan, dan karir.

Program Prabowo-Hatta

1.Wajib belajar 12 tahun, dengan

biaya negara;

2.Menghapus pajak buku pelajaran

dan menghentikanpenggantian

buku setiap tahun pelajaran;

3.Mengembangkan pendidikan

jarak jauh untuk daerah sulit

terjangkau dan miskin;

4.Meningkatkan martabat dan

kesejahteraan guru, dosen dan

penyuluh;

5.Menjadikanguru sebagai

profesi terhormat , sejahtera

dan bertanggung jawab;

6.Mengirm tunjangan profesi guru

langsung ke rekening masing-

masing guru;

7.Berencana merekrut 800 ribu

guru dalam 5 tahun;

8.Menaikkan tunjangan profesi

gurumenjadi rata-rata 4 juta

rupiah per bulan.

Sumber:YudhoRaharjo, Viva News (Rabu, 21Mei 2014)

Program cari simpati

Berdasarkan butir-butir program di atas terlihat bahwa keduanya hanya akan menggarap satu komponen dari empat komponen pendidikan, yakni tenaga pendidik (guru). Tiga komponen lainnya yaitu: kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, serta proses pendidikan cenderung kurang diperhatikan.

Dengan hanya menjanjikan program-program yang memberi angin surga kepada para guru dan calon guru, ditambah janji penerapan wajib belajar 12 tahun dengan biaya ditanggung negara, sangat kentara bahwa kedua pasangan capres/cawapres itu hanya ingin menarik simpati masyarakat saja.

Sudah terbukti di beberapa daerah yang menerapkan sekolah gratis hingga SMP, alih-alih meningkatkan animo masyarakat untuk bersekolah, program tersebut justru menurunkan kualitas sarana dan prasarana (sarpras) pendidikan dan menurunkan kualitas pelayanan penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.

Kurikulum adalah resep yang menentukan kualitas sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang akan dihasilkan dunia pendidikan. Manusia seperti apa yang kita harapkan kelak akan meneruskan eksistensi bangsa dan negara ini sangat bergantung pada kurikulum yang diterapkan. Nah, kedua calon pemimpin kita itu sepertinya belum memiliki pemahaman dan komitmen yang jelas terhadap pentingnya kurikulum dalam pendidikan.

Berikutnya, soal sarpras pendidikan. Rasanya tidak ada alasan lagi bagi kaum elite negeri ini untuk mengelak dari kenyataan bahwa sarpras pendidikan di negeri ini sangat kurang, baik kuantitas maupun kualitas. Berita gedung sekolah ambruk, nyaris setiap semester kita dengar. Laporan kekurangan sarana pendidikan, seperti alat peraga dan alat laboratorium juga setiap tahun diajukan. Mengapa hal-hal pokok dan penting itu tidak mendapat perhatian serius?

Selanjutnya, soal proses evaluasi hasil belajar. Bukankah para ahli pendidikan sudah sangat sering mengatakan bahwa sistem evaluasi hasil belajar dengan UN tidak layak digunakan. Evaluasi belajar model UN ini sudah terang-benderang kontra dengan tujuan pendidikan. Siswa dan guru seakan dikondisikan untuk mengingkari moralitas demi target kelulusan. Nah, pandangan dan rencana kedua pasangan capres, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, untuk masalah ini juga tidak terlihat.

Penutup

Jadi, bila memang bangsa ini ingin didorong menjadi bangsa yang mandiri, kuat, dan bermartabat maka benahilah pendidikan. Bila ingin membenahi pendidikan jangan sepenggal-sepenggal, hanya menggarap satu aspek sementara aspek lainnya diabaikan. Menggratiskan biaya sekolah, menjanjikan kesejahteraan guru bukan isyarat kepedulian seorang calon pemimpin pada pendidikan, tapi isyarat bahwa sang calon hanya peduli pada dirinya sendiri. Hanya berburu simpati.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun