Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Farhat Abas: Nyapres Berbekal Sumpah Pocong

4 Januari 2013   02:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:32 3616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Entah serius atau sekedar bergurau, akhir-akhir ini bermunculan orang-orang yang nekad mendeklarasikan niatnya mencalonkan diri sebagai presiden di tahun 2014 mendatang. Ada Rhoma Irama, Handoyo Notoprojo, dan Farhat Abas. Ketiganya memiliki motif yang kurang lebih sama: “terpanggil membenahi kondisi bangsa”.

Yang menarik adalah pernyataan Farhat Abas. Suami penyanyi Nia Daniaty ini menyatakan bahwa deklarasi pencapresannya itu didorong oleh keinginan untuk memberantas korupsi di negeri ini. Untuk itu dia menjanjikan (sebagai capres) siap melakukan sumpah pocong . Deklarasi capres pengacara pembela beberapa tersangka kasus narkoba itu, yang sudah diunggah ke You Tube itu,  dipertegasnya dalam Talk ShowTV One , Jumat 4-1-2013.

Ketika ditanya apa maksud janji sumpah pocong-nya itu? Farhat menyatakan bahwa sumpah pocong adalah sebuah sumpah yang sangat sacral. Bukan berarti dengan menyatakan berani sumpah pocong itu dia berlaku musyrik. Melainkan sebagai ungkapan keberanian merima risiko dari TUHAN, baik semasa hidup maupun di alam akhir setelah mati.

Lebih dari itu Farhat Abas juga mewacanakan akan meminta seluruh aparat pemerintahannya (kelak) untuk melakukan sumpah pocong. Dia juga menyinggung mengapa kasus penyalahgunaan jabatan sekarang ini, korupsi misalnya, cenderung tinggi karena tidak ada pejabat yang (berani) melakukan sumpah pocong.

Aha, rupanya lelaki yang mengaku telah beberapa kali melakukan nikah siri ini percaya bahwa sumpah adalah sebuah “perjanjian langsung” manusia dengan TUHAN.Memang tidak salah juga orang beragama punya kepercayaan seperti itu.Masalahnya, adakah bukti beragam sumpah yang terucap oleh seseorang ketika sumpah itu secara terang-terangan dilanggar ada konsekuensinya?

Realitas menunjukkan hal yang sangat kontras. Semua pejabat di negeri ini sebelum resmi bertugas (saat dilantik) semua pasti menjalani ritual sumpah menurut agamanya masing-masing. Faktanya, hari ini mengucap sumpah, besoknya pelanggaran sudah dilakukan. Alih-alih mendapat kutuk dan murka Tuhan (seabagi konsekuensi dari pengingkaran terhadap janji suci itu) si pengucap sumpah justru makin tampak lebih berjaya.

Mengapa? Sumpah sejatinya merupakan komitmen moral seseorang terhadap dirinnya sendiri. Karena itu hakikat sumpah adalah alat pengendali diri. Tentunya efek sumpah itu akan sangat bergantung pada karakter pribadi setiap orang.

Pada manusia yang memang terlahir sebagai sosok yang jujur, sumpah memang menjadi beban bathin. Dia akan merasa malu pada dirinya sendiri, terlebih pada masyarakat, jika melanggar sumpahnya.

Inilah yang terjadi di negeri-negeri (Jepang misalnya) yang tinggi buadaya malunya. Daripada hidup menanggung malu, akibat tak mampu memenuhi sumpah dia pilih mati (bunuh diri).

Sayangnya hakikat ini tidak banyak disadari orang, terlebih di Indonesia. Akibatnya sumpah bergeser menjadi semacam kontrak social. Kontrak social di benak orang yang tak punya rasa malu pada diri sendiri, hanya dipandang tak lebih dari alat kamuflase belaka.

Dengan berkata“Demi Allah” atau “ Demi Tuhan Saya bersumpah….” orang tersebut sedang menyatakan dirinya sebagai orang yang jujur. Kejujuran itu dia nyatakan dengan keberanian sanggup memerima resiko dari Tuhan. Padahal, di dalam hatinya sama sekali tak ada komitmen akan ucapannya itu. Akibatnya , seperti telah kita saksikan sehari-hari, semakin sering sumpah diucapkan semakin tinggi tingkat pelanggarannya.

Nah, kembali kepada pernyataan Farhat Abas. Benarkah tantangannya terhadap “sumpah pocong” merupakan indikasi tebalnya iman yang bersangkutan kepada TUHANnya?Benarkah dia memiliki kualitas moral yang tinggi, malu pada diri sendiri jika melanggar ucapannya?Ataukah hanya sekedar akan menjadikan ritual sumpah sebagai alat berlindung (kamuflase) dari motif duniawi tersembunyi?

Yang pasti inilah dagelan politik terbaik sepanjang sejarah republik ini.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun