Bagi orang yang percaya bahwa ritual ruwatan memiliki daya (kekuatan) magis maka kejadian yang dialami Dahlan Iskan bersama mobil listrik Tuxuci-nya kemarin(Sabtu, 5-1-2013) bisa dipandang sebagai sebuah anomaly.
Betapa tidak, dalam prespektif klenik, ruwatan adalah sarana menolak balak (bencana). Ketika ruwatan sudah dilakukan sementara tujuannya(niat) tidak tercapai, berarti ada sesuatu yang salah dengan ruwatan itu sendiri. Dalam konteks ruwatan mobil Tuxuci Dahlan Iskan itu, pertanyaannya: “Apanya yang salah?”
Boleh jadi secara ritual (prosesinya): alat, bahan, tempat, waktu, pelaku, suasana dan langkah-langkahnya sudah sesuaidengan ketentuan (tradisi) yang berlaku. Persoalannya apakah fungsi ritual ruwatan itu memang seperti itu?Bisa dijadikan pembangun kekuatan magis?Sehingga efektif dijadikan tameng penangkal kekuatan jahat (penyakit dan bencana)?
Untuk menjawabnya, mari kita simak hakikat tradisi ruwatan dalam persepektif budayaJawa berikut:
Pengertian ruwatan dalam bahasa Jawa Kuno, ruwat berarti lebur (melebur) atau membuang, ruwatan adalah salah satu cara untuk melepaskan diri dari dominasi energi negatif yang dalam bahasa Jawa kuno disebut Sengkala dan Sukerta.Orang yang diruwat adalah orang yang ingin mengikis energi negatif (kesialan) berupa sengkala dan sukerta yang melekat pada dirinya, yaitu diri setiap orang sebagai efek dari dosa dan kesalahan.(http://metafisis.wordpress.com/)
Berdasarkan pengertian tersebut jelas kiranya bawaritual ruwatan itu dimaksudkan untuk subjek/manusia, bukan objek/benda.Siapa saja orang yang perlu diruwat itu? Simak kutipan berikut (http://sesaji.blogspot.com/).
Orang yang harus diruwat disebut anak atau orang “Sukerta” ada 60 macam yaitu sebagai berikut:
1.`Ontang-Anting, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.
2. Uger-Uger Lawang, yaitu dua orang anak yang keduanya laki-laki dengan catatan tidak anak yang meninggal.
3. Sendhang Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu laki-laki yang ke 2 perempuan.
4. Pancuran Kapit Sendhang, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu perempuan yang ke 2 laki-laki.
5. Anak Bungkus, yaitu anak yang ketika lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi (placenta).
6. Anak Kembar, yaitu dua orang kembar siam dan kembar “dampit.
7. Kembang Sepasang, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan.
8. Kendhana-Kendhini, yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.
9. Saramba, yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki.
10. Srimpi, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan.
11. Mancalaputra atau Pandawa, yaitu 5 orang anak yang semuanya laki-laki.
12. Mancalaputri, yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan.
13. Pipilan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki.
14. Padangan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1 orang anak perempuan.
15. Julung Pujud, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam.
16. Julung Wangi, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari.
17. Julung Sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang.
18. Tiba Ungker, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal.
19. Jempina, yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir.
20. Tiba Sampir, yaitu anak yang lahir berkalung usus.
21. Margana, yaitu anak yang lahir dalam perjalanan.
22. Wahana, yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah.
23. Siwah atau Salewah, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua warna, misalnya hitam dan putih.
24. Bule, yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih “bule”
25. Kresna, yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam.
26. Walika, yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil.
27. Wungkuk, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok.
28. Dengkak, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta.
29. Wujil, yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau pendek.
30. Lawang Menga, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya Candikala,langitmerah kekuning-kuningan.
31. Made, yaitu anak yang lahir tanpa alas (tikar).
32. Orang yang ketika menanak nasi, merobohkan “Dandhang” (tempat menanak nasi).
33. Memecahkan “Pipisan” dan mematahkan “Gandik” (lumping penggling ramu-ramuan obat tradisional).
34. Orang yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada “tutup keyongnya”.
35. Orang tidur di atas kasur tanpa sprei (penutup kasur).
36. Orang yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang.
37. Orang yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa diberi alas dan atap.
38. Orang yang menempatkan barang di suatu tempat (dandhang - misalnya) tanpa ada tutupnya.
39. Orang yang membuat kutu masih hidup.
40. Orang yang berdiri ditengah-tengah pintu.
41. Orang yang duduk didepan (ambang) pintu.
42. Orang yang selalu bertopang dagu.
43. Orang yang gemar membakar kulit bawang.
44. Orang yang mengadu suatu wadah/tempat (misalnya dandhang diadu dengan dandhang).
45. Orang yang senang membakar rambut.
46. Orang yang senang membakar tikar dengan bambu (galar).
47. Orang yang senang membakar kayu pohon “kelor”.
48. Orang yang senang membakar tulang.
49. Orang yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus.
50. Orang yang suka membuang garam.
51. Orang yang senang membuang sampah lewat jendela.
52. Orang yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah (dikolong) tempat tidur.
53. Orang yang tidur pada waktu matahari terbit.
54. Orang yang tidur pada waktu matahari terbenam (wayah surup).
55. Orang yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang (wayah bedhug).
56. Orang yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang.
57. Orang yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ketetangga.
58. Orang yang suka mengaku hak orang lain.
59. Orang yang suka meninggalkan beras di dalam “lesung” (tempat penumbuk nasi).
60. Orang yang lengah, sehingga merobohkan jemuran “wijen” (biji-bijian).
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jika subjek upacara ruwatan adalah manusia, maka sesungguhnyaritual ruwatan lebih memiliki fungsi filosofis-psikologis, ketimbang magis. Secara filosofis ruwatan adalah sebuah cara introspeksi. Bahwa diri sendiri (manusia) lah sesungguhnya yang lebih dominan menjadi sebab-musabab sebuah bencana. Karena itu setiap tindakan haruslah disertai sikap eling dan waspada. Jangan sombong, jangan takabur.
Secara psikologis, ruwatan menumbuhkan rasa percaya diri di satu sisi, tetapi juga sikap pasrah (menerima) di sisi lain. Rasa percaya diri (berani bertindak) diharapkan tumbuh pada diri si subjek berkat kekuatan sugesti dari ritual ruwatan tadi. Sebaliknya, ketika hasil tidak sesuai kenyataan maka sisubjek pun harus siap (besar hati) menerimanya.
Kejadian yang dialami Dahlan Iskan
Apa sesungguhnya makna, tujuan dan fungsi ruwatan di benak Dahlan Iskan? Hanya yang bersangkutan, tentunya, yang paling tahu. Akan tetapi, mengacu pada dua kutipan tentang upacara ruwatan di atas jelaslah bahwa tindakan Dahlan Iskan meruwat mobil (benda mati) sebagai sesuatu yang salah kaprah.
Semestinya, dirinyalah yang harus diruwat. Boleh jadi, satu dari 60 kriteria orang yang perlu di ruwat itu melekat pada diri Dahlan Iskan. Sudahkah, misalnya, rancang bangun mobil itu bersih dari klaim jasa orang lain? (Catatan, konon teknologi mobil listrik Tuxuci itu hasil curian). Bukankah, jika itu benar, Dahlan Iskan masuk kategori “harus diruwat” sesuai dengan kriteria No. 58?
Atau, jangan-jangan, Menteri BUMN ini memang melihat/percaya bahwa ruwatan memang berfungsi magis? Punya kekuatan supernatural?Jika ini berlaku pada Dahlan Iskan, maka ini patut disayangkan. Hari gini, ketika dia sendiri mengampanyekan teknologi canggih mobil listrik, kok masih terpengaruh mitos magis dunia klenik.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H