Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rhoma Irama: Takdir Capres di Tangan Wanita

31 Desember 2012   05:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:45 2041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat gebrakanRhoma Irama di penghujung tahun 2012 ini, berkunjungke Lampung,ziarah ke makam pendiri NU (KH. Hasyim Asyhari) dan mantan Presiden Abdurahman Wahid, disusul dengan sowan politik kepada para kiyai khos NU di Jatim didampingi ketua DPP PKB, jelas kiranya niat Bang Haji untuk ‘nyapres’ sudah sangat bulat.

Pertanyaannya: akan efektifkah strategi awalSangRaja Dangdut untuk meraih dukungan umat Islam Indonesia, yang memang harus diakui mayoritas menerapkan praktik peribadatan ala kaum Nahdiyin (qunut, tahlilan, dan ziarah kubur contohnya) ini?

Secara empiric belum ada bukti bahwa restu dan dukungan para kiyai khos NU sukes mengantarkan ‘jagoannya’ jadi presiden, setidaknya dalam era reformasi ini ketika presiden dipilih langsug oleh rakyat.

Ingat nasib Gus Sholah (Sholahuddin Wahid) dan Hasyim Muzadi ketika mencoba ‘peruntungan’ mencalonkan diri menjadi Wakil Presiden, semua pasangan mereka kalah oleh SBY beserta pasangannya yang sekuler. Terakhir kita punmasih ingat ketika Jusuf Kalla, yang juga mengklaim bagian dari keluarga besar NU, kalah dalam Pilpres 2009 silam.

Lalu apa factor yang memenangkan SBY? Meskipun tidak ada data penelitian ilmiah yang bisa memastikannya, tetapi banyak pendapat yang menyatakan bahwasuara kaum (pemilih) wanitalah yang berperan besar meloloskan SBY jadipresiden, khususnya dalamPilpres 2004.

Saat itu kita semua tentu masih ingat bahwa SBY oleh media diposisikan sebagai sosok yang dizolimi oleh Presiden Megawati. Di sisi lain SBY dicitrakan sebagaiprajurit jenius (selalu keluar sebagai lulusan terbaik dalam setiap pendidikan yang diikutinya) dan, yang tak kalah pentingnya, SBY di mata kaum wanita (ibu-ibu) kala itu adalah jendral yang flamboyant, tinggi-besar, dan ganteng.

Jika factor ‘sikap wanita’ memang sudah menjadi penentu prosespolitik di negeri ini maka siapa pun tokoh yang ingin sukses memenangi pemilu di Indonesia ini haruslah pandai-pandai meraih simpati kaum wanita. Nasihat itu juga berlaku untuk Rhoma Irama.

Pertanyaannya: akankah/sudahkah Bang Haji memiliki simpati mayoritas kaum hawa negeri yang berasas Pancasila ini? Tentu bukan perkara mudah untuk menjawabnya.

Wanita, khususnyamuslimah, memang diajari agar patuh pada suami (lelaki) dan orang tua. Itu sebabnya masih banyak yang beranggapan bahwasepanjang para suami, orang tua, dan para imam sosok tempat  si wanita itu bernaung bisa diyakinkan, maka para wanitanya juga akan mendukung/ikut.

Tetapi berkaca pada hasil pemilu 2004 dan pengalamanAa Gym (Abdulah Gymnastiar) maka pandangan tersebut sepertinya tidak lagi berlaku bagi wanita muslimah Indonesia.Sebab jika kaum wanita muslim masih patuh pada para imam (kiyai) maka pasangan Gus Sholah,Cak Hasyim, dan JK saat ikut pemilu tidak seharusnya kalah dengan SBY yang nasionalis-sekuler.

Juga, jika para wanita muslimah benar-benar memegang teguh ajaran para kiyai tempat mereka berguru, maka tidak seharusnya Aa Gym ‘merana’ ditinggalkan para pemujanya ketika ketahuan berpoligami.Ingat, mayoritas pemujaAa Gym pada masa jayanya adalah kaum hawa.

Hanya satu kesalahan Aa Gym,yaitu berpoligami, yang notabene halal dalam Islam. Tetapi ketika para wanita pemujanya tadi ‘ngambek’ maka semua dalil (ayat Al Quran dan hadist) yang digunakan sebagai pembenar tindakan poligami itu tak lagi berguna untuk memulihkan kepercayaanmereka.

Nah,bagaimana dengan Rhoma Irama? Publik sudah tahu, track record poligaminya. Jika Aa Gym baru mencobamenduakan istri,Bang Haji sudah lebih dari itu (konon sudah lebih dari 5 wanita yang dinikahinya).

Hanya saja bedanya, kiprah poligamiRhomadanAa Gym berangkat dari  ‘garis start’ yang berlawanan. Rhoma berangkat dari dunia artis yang memang glamour, sedangkan Aa Gym berangkat dari dunia santri yang semestinya sederhana dan bersahaja.

Apakah perbedaan latar belakang ini akan membuat penerimaan kaum perempuan terhadap sosok idola yang berpoligami akan berbeda? Bisa ya bisa juga tidak. Yang pasti jika Rhoma gagal meraih simpati kaumwanita, dapat dipastikan dia akan gagal total dalam pilpres 2014.

Sebaliknya jika dia memang ‘masih’ diidolakan oleh banyak kaum ibu di seantero negeri ini, maka tidaklah sulit baginya meraih mimpi jadi presiden.

Wallahu’alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun