Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dan, Aceng Fikri Pun Digunjing (Pers) Dunia

5 Desember 2012   16:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:08 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Luar biasa terkenalnya Bupati Garut Aceng Fikri dalam sepekan terakhir ini. Bukan hanya menyedot perhatian public tanah air, pemberitaan menyangkut kawin singkatnya dengan Fani Oktora yang masih tergolong di bawah umur, kini merambah dunia Internasional.

Beberapa koran dan kantor berita kenamaan dunia memuat skandal tersebut, antara lain Associated Press, Washington Post, The Guardian, BBC, The Herald Sun, The Global News, dan The Strait Times. Demikian rangkuman Inilah.Com (5-12-2012) dengan tajuk “Aceng Fikri Go International”.

Mengingat media asing tidak mudah memberitakan suatu kejadian jika kejadian tersebut hanya menarik dan berkaitan dengan kepentingan politik local, maka menjadi menarik dipertanyakan mengapa kasus Aceng Fikri menarik perhatian mereka.

Rupanya yang menarik perhatian medaia asing itu adalah landasan keyakinan yang mendasari praktik kawin kilat dan poligami serta proses pelaksanaan cerai yang hanya dilakukan melalui pesan singkat. Associated Press, misalnya, di pragraf penutupnya menulis:

Some Muslims believe in an Islamic ritual allowing men to end a marriage by telling their wives they divorce them. However, divorce by text message is uncommon in moderate Indonesia.

Berikutnya BBC News Asia menulis He (Aceng Fikri) was sorry “even though what I did was appropriately based on Shariah [law]". Dilanjutkan dengan kalimat Although not recognised in Indonesian law, unrecorded marriages, including religious ones, are common in the country. The marriage law says that women who are 16 can marry.

Kalimat penutup Associated Press di atas “Some Muslims believe in an Islamic ritual….” dankalimat BBC News “Although not recognised in Indonesian law…” jelas bukan fakta atau bagian dari fakta kasus Aceng Fikri, melainkan catatan (opini) penulis berita yang didasarkan pada pengetahuannya tentang Islam dan/atau Sistem Hukum Nikah di Indonesia.

Meski tidak memberikan ulasan panjang lebar tentang peristiwa tersebut tetapi penggalan kalimat yang dikutip dari sumber beritaseperti “…based on Shariah [law] dan “kalimat tambahan” yang disisipkan dalam berita tersebut jelas menggambarkan dasar (kriteria) pemikiran si penulis tentang aspek apa yang menarik dari kasus tersebut bagi para pembacanya.

Mengingat pembaca media asing tadi adalah masyarakat internasional yang berbeda agama dan keyakinan serta budaya dan tradisi dengan Indonesia maka di sinilah kasus Aceng Fikri menjadi isu (bahan gunjingan) yang tidak lagi sederhana.

Gunjingan media international itu bisa berimpilkasi pada dua hal yakni Islam dan Indonesia. Terkait dengan Islam adalah soal dampak ajaran yang membolehkan poligami dan proses nikah dan cerai sesuai shariah. Sedangkan dalam konteks Negara, gunjingan itu berimplikasi pada makin menguatnya kesan bahwa di Indonesiapenegakan hukum: undang-undang pernikahan dan undang-undang perlindungan anak sangat lemah.

Bahwa apakah kita sebagai bangsa merasa malu atau tidak terhadap dipergunjingkannya kasus Aceng Fikri ini oleh komunitas international, tentu sangat bergantung pada tata nilai, nurani, dan keyakinan masing-masing kita, sebagai anak bangsa.

Yang pasti, meluasnya pemberitaan kasus pernikahan kilat Aceng Fikri dan proses perceraian yang unik (tidak lazim) bukan hanya berimpilkasi pada pribadi Sang Bupati, tetapi berpotensimemicu perdebatan klasik soal keyakinan antar agama dan sistem hukum di negeri  yang selalu terpuruk akibat tingginya angka korupsi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun