Salah satu berita televisi yang menarik perhatian saya petang kemarin adalah berita seputar kontroversi konser LadyGaga di Jakarta. Di layar televisi tampak Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Untung S Rajab sedang memberikanketerangan pers menyangkut sikap polisi terhadap rencana konser tersebut. Saat sedang asyik-asyiknya menyimak berita aktual itu, tiba-tiba HP saya berbunyi pertanda ada telepon masuk.
“Halo Nedi, jangan lupa lho ya, nanti malam acaranya dimulai tepat pukul 19.00” terdengar suara Parjo mengingatkan saya tentang acara pelantikan pengurus baru cabang ikatan alumni (IKA) SMA tempat kami sekolah dulu,di sebuah hotel.
Singkat cerita, tepat pukul 18.30 saya sudah berada di ambang pintu ball room hotel tempat pertemuan akan digelar. Tenyata ball room itu sudah terisi penuh, termasuk kursi pimpinan rapat dan kursi tamu kehortmatan.
Anehnya, meskipun nyaris seluruh kursi di ball room itu sudah terisi, tak satu pun yang hadir di situ saya kenali, termasuk orang-otang yang duduk di kursi pimpinan rapat. Padahal lebih dari 75% anggota cabang IKA SMA kami, terlebih pengurusnya, bukan wajah asing bagi saya.
Lebih aneh lagi, susunan kursi rapat di ball room itu tidak seperti lazimnya susunan kursi rapat pelantikan pengurus organisasi, melainkan lebih menyerupai susunan tempat duduk di ruang sidang pengadilan.
Penasaran, saya pun menghampiri salah seorang peserta pertemuan itu untuk menanyakan apa sesungguhnya yang sedang saya hadapi saat itu. sebut saja namanya Setan.
Nedi: Maaf mas, ini acara apa ya?
Setan: Oh, ini sidang Majelis Tinggi Warga Setan Asli Indonesia, membahas usulan Setan Pujaan Lady Gaga yang mengajukan diriuntuk berkiprah di bumi nusantara ini.
Nedi : Hah..!Apa..?Ja..ja..jadi…ini pertemuan para setan?.
Setan: Kenapa Mas? Kaget?
Nedi : Bukankah setan itu berpenampilan seram. Bertanduk, bercakar, bertaring, perut buncit, dengan sorot mata seperti api. Tapi, kok yang ada di sini semuanya persis seperti manusia?
Setan: Hahaha..Yang seram seperti yang anda sebutkan tadi adalah visualisasi warga kami (setan) yang paling rendah derajatnya Mas. Itu skill paling rendah yang ditujukan untuk manusia yang masih rendah intelektualitasnya, anak-anak contohnya.
Nedi: Jadi, setan itu memiliki intelektualitas dan keahlian yang beramacam-macam juga tho?
Setan: Hahaha…. Misi kami warga setan adalah menjerumuskan manusia. Karena manusia itu berbeda-beda tingkat intelektualitasnya, maka diperlukan setan dengan tingkat keahlian yang berbeda-beda pula untuk menaklukkannya.
Lihatlah sosok yang duduk di jajaran kursi pimpinan sidang, yang di tengah itu. Penampilannya lebih necis ketimbang penampilan presiden negeri mu bukan? Itulah pimpinan Majelis Tinggi kami. Dia itu setan paling hebat, ahli taktik, jago merayu, tak banyak manusia—apapun agama dan kedudukannya—yang mampu lolos dari jebakan dan rayuan dia.
Tapi, coba kamu tengok yang duduk di kursi pesakitan itu. Kau lihat penampilannya: kurus kering, kurang tata karma, sok pintar, ngomong belepotan. itulah sosok Setan Pujaan Lady Gaga. Dia itu setan miskin, kurang gizi, kurang terdidik.
Dia datang ke sini ingin mencari kerja alias cari makan, karena tahu Indonesia adalah negeri subur makmur, gemah ripah loh jinawi, negeri impian warga setan seluruh dunia.
Nah, sidang ini digelar untuk menilai apakah Setan Gaga itu layak diterima berkiprah di sini secara langsung atau perlu diplonco terlebih dulu.
Kesimpulan sidang ini adalah bahwa Setan Gaga itu belum cukup memiliki pengetahuan tentang manusia Indonesia. Karena itu dia akan diterima jika sudah melewati proses magang di bawah bimbingan seorang mentor.
Nedi: Wah, wah, luar biasa! Memangnya kenapa Indonesia bisa menjadi negeri impian para setan seluruh dunia? Apa pula ukuran keahlian seorang setan sehingga dikategorikan hebat, bodoh atau kampungan?
Setan: Setan Gaga dan setan-setan lain di negeri barat itu kurang gizi karena sehari-harinya hanya makan keringat. Keringat manusia-manusia yang tumpah saat mereka berbuat mesum akibat terpengaruh tampilan foto, video, atau aksi-aksi panggung porno.
Di Indonesia, setannya lebih sehat, kuat, dan cerdas karena setiap hari mengkonsumsi makanan penuh gizi. Di sini keringat hanya dijadikan makanan penutup, sedangkan makanan utamanya adalah darah. Yaitu darah manusia yang tertumpah akibat kekerasan dan kerusuhan yang timbul karena hasutan kami.
Nedi: Hmm…Begitu, ya?
Setan: Setan Gaga kami pandang masih perlu didampingi mentor karena taktiknya masih kasar dan norak. Coba saja simak apa yang mereka bawa masuk ke sini, yaitu artis (manusia) yang biasa tampil syur saat show.
Itukan sudah kuno di sini. Di sini show-show begituan sudah masuk desa, jadi apa lagi kehebatannya.
Agar dia mampu membuat ladang darah secara mandiri di sini, makadiaakan kami latih bagaimana caranya menyusup secara elegan ke rumah-rumah ibadah, ke sekolah-sekolah agama, atau ke forum-forum keagamaan eksklusif.
Tiba-tiba, dari arah belakang, ada yang menepuk pundak saya. “Mas, kasihan juga ya yang udah pada beli tiket konser Lady Gaga kalo acaranya dibatalkan” rupanya istri saya tiba-tiba ikut nimbrung mengomentari siaran pers Kapolda Metro Jaya itu.
Saya jadi tersenyum sendiri. Saya ternyata masih berada di ruang tivi rumah saya, bukan di ball room sebuah hotel. Siaran pers Irjen Pol Untung S Rajab yang menarik perhatian saya itu, bahkan belum lagi berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H